Penyebab dari semua itu karena perencanaan pembangunan "pematusan" (saluran air) di Surabaya rupanya tidak memakai ilmu topografi tanah

Surabaya, (ANTARA News) - Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur (Jatim) menyoroti pembangunan proyek pematusan (saluran air) di Kota Surabaya, yang terkesan asal jadi sehingga masih terjadi banjir dalam beberapa hari terakhir ini.

"Kota Surabaya ternyata tidak bebas dari ancaman banjir. Terbukti setelah dua hari lalu diguyur hujan deras terjadi banjir di mana-mana. Ini tentunya merugikan warga Surabaya. Akibat banjir itu aktivitas warga terhenti," kata Ketua YLPK Jatim, Said Utomo, di Surabaya, Minggu.

Padahal, lanjut dia, jauh-jauh hari sebelumnya, ia sering melihat sejumlah petugas dari Dinas Pekerjaan Umum dan Pematusan Kota Surabaya berupaya membersihkan saluran-saluran air agar air curah hujan dapat mengalir ke sungai-sungai, waduk atau terbuang langsung ke laut.

"Tapi kenyatannya itu tidak terjadi sehingga masih banyak genangan air hujan di banyak tempat," ujarnya.

Menurut dia, penyebab dari semua itu karena perencanaan pembangunan pematusan di Surabaya rupanya tidak memakai ilmu topografi tanah. Selama ini, kata dia, pembangunan pematusan asal jadi saja, asal tampak terlihat baik dan rapi, namun tidak sesuai dengan fungsinya.

Akibatnya, lanjut dia, banyak aliran air hujan sesuai dengan sifatnya yang seharusnya mengalir terbuang ke sungai, waduk atau ke laut menjadi terhenti oleh saluran pematusan yang tidak dipotret dengan ilmu topografi.

Apalagi, lanjut dia, jika di tempat-tempat yang sering terjadi genangan air hujan tidak tersedia pompa air untuk membuang air ke saluran primer seperti sungai, waduk atau ke laut.

Selain itu, permukaan jalan raya di Kota Surabaya pada umumnya rata, tidak sesuai dengan standar kemiringan sehingga terdapat genangan air di mana-mana pada saat hujan.

Akibatnya jalan beraspal cepat rusak dan berlobang karena air hujan atau genangan air di permukaan jalan tidak bisa mengalir ke tepi jalan. "Mestinya air itu bisa masuk ke dalam pematusan dan mengalir ke saluran primer, waduk dan laut," ujar Said.

Ia menilai terjadi campur aduk antara manajemen pematusan dan pengairan dalam pengelolaan air. Pematusan adalah pengelolaan air agar cepat terbuang ke sungai, tempat resapan di waduk atau tempat penampungan air atau bisa langsung terbuang ke laut.

Sistem pematusan ini umumnya ada di perkotaan yang fungsinya membuang air dari saluran kecil tersier ke sekunder dan terakhir ke saluran primer. Sebaliknya pengairan dari saluran primer (sungai), ke sekunder kemudian ke saluran tersier yaitu ke sawah-sawah yang membutuhkan pengairan.

Diketahui sejumlah kawasan di perumahan elit di Kota Surabaya, khususnya di wilayah Barat terendam banjir setelah diguyur hujan deras yang terjadi pada Kamis (31/1) dan Jumat (1/2).

Hujan yang turun selama kurang lebih dua jam tersebut berhasil menggenangi sejumlah wilayah, mulai di kawasan sekitar perumahan elit seperti di Citraland, Lontar, Lidah Kulon, Manukan, Lontar, Sukomanunggal, Pakal dan lainnya.

Wali Kota Surabaya ,Tri Rismaharini sebelumnya meminta dua organisasi perangkat daerah (OPD) yakni Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan (DPRKP) serta Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) lebih fokus mengerjakan saluran air.

"Yang saluran utamanya akan ditangani oleh Dinas PU Bina marga, sedangkan yang gang saat ini ditangani oleh Dinas Cipta Karya," kata Risma saat melakukan pengecekan saluran air di Jalan Karang Empat Besar beberapa waktu lalu.

Menurut dia, banjir yang akhir-akhir ini menggenang kawasan Karang Empat Surabaya disebabkan aliran air yang tidak lancar, selain kondisi tanahnya yang lebih rendah dari sungai, beberapa saluran air kondisinya juga tertutup oleh bangunan beton dari warga.

Baca juga: Saluran air tak terhubung sebabkan banjir Surabaya

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019