Kupang (ANTARA News) - Penyalahgunaan narkoba masih menjadi masalah kronis yang menimpa Indonesia, termasuk di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Tertangkapnya sejumlah bandar narkoba internasional pada tahun lalu menjadi salah satu bukti bahwa Indonesia memang sedang dalam kondisi darurat narkoba yang harus ditanggulangi bersama-sama.

Pemerintah Indonesia mengedepankan peran kepolisian dan Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam rangka mencegah dan memberantas peredaran narkoba.

Di Provinsi Nusa Tenggara Timur, kasus narkoba memang terbilang cukup tinggi yang ditangani oleh pihak kepolisian dan BNN.

Indonesia yang pada mulanya sebagai negara transit perdagangan narkoba, kini sudah dijadikan daerah tujuan operasi oleh jaringan narkoba internasional.

Tingginya angka penyalahgunaan narkoba tersebut juga disumbang oleh ulah para sindikat narkoba. Sebagian besar penyalahgunaan berada pada kelompok coba pakai, terutama kelompok pekerja.

Ketika 2012, Kepolisian Daerah NTT bersama tim dari BNN provinsi menangkap empat orang yang merupakan anggota sindikat pengedar sabu-sabu dari Negara Republik Demokratic Timor Leste.

Keempat anggota sindikat itu ditangkap di Kota Kupang saat akan menyelundupkan narkoba jenis sabu-sabu lima kilogram.

Pada 2015, Polda NTT berhasil mengamankan empat perempuan yang menjadi kurir sabu-sabu. Mereka ditangkap petugas di kawasan perbatasan Indonesia-Timor Leste.

Dua kasus ini membuat Polda NTT dan BNN meningkatkan pengawasan di sejumlah pintu masuk menuju NTT, baik melalui darat, laut, maupun udara.

Melihat semakin ditingkatkannya pengawasan, rupanya berbagai cara digunakan para pengedar agar narkoba dan sejenisnya bisa masuk dengan bebas ke provinsi berjuluk "Bumi Flobamora" itu.

Pada 2017, Pulau Sumba menjadi incaran para pengedar untuk menyebarkan sabu-sabu ke NTT.

Pihak kepolisian pun kemudian mengawasi Pulau Sumba dengan tujuan agar para pengedar ditangkap dan dijebloskan ke jeruji besi.

Namun, semakin intensif penjagaan, berbagai cara tetap digunakan para pengedar untuk mengedarkan barang haram tersebut.

"Semakin banyak kita mengawasi, semakin banyak juga cara mereka menyebarkan narkoba ke NTT," kata Kepala Polda NTT Irjen Pol Raja Erizman di Kupang, Sabtu (2/2).

Sejumlah pemeriksaan terhadap para pemakai, kata dia, alasan penggunaan narkoba, antara lain karena pekerjaan yang berat, kemampuan sosial ekonomi, dan tekanan lingkungan atau teman kerja merupakan faktor pencetus terjadinya penyalahgunaan Narkoba.

Dijaga Ketat

Sejumlah pintu masuk di NTT sudah mulai dijaga ketat oleh petugas keamanan, baik polisi maupun TNI, agar barang haram itu tak masuk NTT.

Namun, sayangnya walaupun dijaga ketat masih ada saja sabu-sabu yang masuk NTT. Mirisnya melalui jalur laut.

Selama 2018 misalnya, kurang lebih 10 kasus penyalahgunaan dan peredaran narkoba ditangani Polda NTT.

Sebanyak enam di antara sekitar 10 kasus itu, menurut pengakuan para pelaku, sabu-sabu didapat dari luar NTT yang pengirimannya melalui jalur laut.

Oleh karena itu, kepolisian setempat lebih ketat melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap penyebaran sabu-sabu ke NTT.

"Kami kan sekarang sedang menambah armada Pol Air. Kita juga sudah dapat sireder dan akan datang lagi yang baru," ujarnya.

Namun, kata dia, walaupun semakin banyak fasilitas, tetap saja tak bisa mengjangkau semua wilayah laut di NTT karena faktor laut di daerah itu yang luas.

Tak hanya itu, menurut komandan berbintang dua itu, pengawasan di darat, khususnya saat para penumpang turun dari kapal, juga dilakukan secara saksama.

Hampir semua wilayah di NTT, disebut dia sebagai rawan akan penyebaran narkoba, dengan jenis yang paling banyak sabu-sabu.

Rupanya para pengedar selalu mencari celah agar narkoba tetap masuk wilayah NTT, dengan menyisir para pejabat dan anak-anak muda.

Kepala BNN Provinsi NTT Brigjen Pol Teguh Imam Wahyudi mengatakan bahwa sesuai dengan survei yang dilakukan oleh BNN bersama Universitas Indonesia, NTT dinilai bukan sebagai provinsi yang rawan akan penyebaran narkoba.

"Sesuai penelitian jumlah penyalahguna narkoba di NTT sebesar 36 ribu orang, dan itu bukan masuk dalam daerah yang rawan," ujar dia.

Selama 2018, BNN Provinsi NTT sudah mengungkap tujuh kasus peredaran gelap narkotika di wilayah itu.

Sebanyak tujuh kasus itu terjadi di wilayah Kota Kupang dan Waingapu, Sumba Timur.

Berdasarkan pengakuan para pelaku, barang tersebut selain diperoleh melalui jalur laut, pengiriman juga dilakukan melalui penitipan kilat.

Baik jajaran Polri maupun BNN terus melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan narkoba yang dilakukan dengan tiga tahapan. Tahap pertama, preventif yaitu upaya pencegahan yang dilakukan secara dini, tahap kedua, kuratif yaitu upaya yang sifatnya strategis, rencana aksi jangka menengah dan jangka panjang, namun harus dipandang sebagai tindakan yang mendesak untuk segera dilaksanakan.

Tahap ketiga, represif yang merupakan upaya penanggulangan bersifat tindakan penegakan hukum mulai yang dilakukan oleh intelijen.

Pencegahan penyebaran juga dilakukan dengan razia di sejumlah tempat hiburan malam di Kota Kupang yang juga menjadi lokasi masuknya narkoba dan sejenisnya.

Peran Keluarga

Akademisi dari Universitas Nusa Cendana Kupang Jhon Tuba Helan menilai bahwa peran utama pencegahan peredaran narkoba di NTT adalah keluarga.

Kalangan orang tua mempunyai peranan yang penting dalam mengawasi anak-anaknya agar tidak terlibat dengan peredaran dan penggunaan obat-obatan terlarang itu.

"Orang tua punya peranan penting dalam mengawasi anak-anaknya. Jangan untuk mencegah peredaran obat-obatan terlarang itu kita serahkan kepada polisi atau pihak terkait saja," ujarnya.

Saat ini, menurut dia, NTT memang menjadi tujuan penjualan barang-barang haram itu. Hal itu karena pengawasan di Pulau Jawa dan Sumatera lebih ketat dibandingkan dengan NTT.

Oleh karena itu, pengawasan harus lebih diperketat, terutama di jalur laut hingga pelabuhan.

Ia menyebut keamanan di pelabuhan tak secanggih di darat dan melalui udara.

"Saya rasa sistem pengamanan kita harus diperketat khususnya di pelabuhan-pelabuhan yang menjadi pintu masuk narkoba dan sejenisnya," tutur dia.

Jika dibandingkan, ungkap dia, pangawasan terhadap peredaran minuman beralkohol lebih mudah ditemukan, sedangkan terhadap peredaran narkoba tentu akan lebih sulit untuk ditemukan.

Pencegahan peredaran narkoba tidak cukup hanya mengandalkan peranan aparat yang berwenang dengan berbagai perangkat atau peralatan deteksinya.

Akan tetapi, peranan penting keluarga dan lingkungan masyarakat juga harus dikedepankan.

Baca juga: Berantas narkoba dengan penegakan hukum dan pemberdayaan

Baca juga: BNN ungkap ekstasi jenis baru

Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019