Pria bertubuh mungil itu nampak murung, sesekali mengusap peluh yang membasahi wajahnya. Siang itu ia mengais sisa-sisa barang dari puing-puing runtuhan tokonya yang hancur diguncang gempa dengan magnitudo 7,0 yang memporakporandakan Lombok awal September 2018.
Saipul Anwar (45), warga Dusun Telok Dalem, Desa Sokong, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara merupakan satu dari puluhan ribu korban gempa bumi beruntun yang mengguncang Pulau Lombok dan Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat beberapa bulan lalu.
Akibat bencana beruntun yang diawali gempa bumi dengan magnitudo 6,4 di penghujung fajar, tepatnya pada Minggu, 29 Juli 2018 yang kemudian diperparah dua kali gempa susulan bermagnitudo 7,0, itu toko dan rumahnya roboh rata dengan tanah.
Dua lokal toko sepeda dan mainan anak-anak miliknya di Desa Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang hancur dan rata dengan tanah. Hanya sebagian barang dagangannya bisa diselamatkan.
Tak hanya itu empat rumah tempat tinggal bersama ibu dan adiknya yang sebagian juga difungsikan sebagai gudang barang-barang dagangan juga rata dengan tanah. Bahkan cukup banyak sepeda dan baranag lainnya rusak ditimpa reruntuhan bangunan.
Ipul (panggilan akrab Saipul Anwar) bersama anak-anak, adik dan ibunya yang sakit-sakitan terpaksa mengungsi ke tenda darurat dari terpal. Mereka bersama pengunsgi lain tinggal di tempat pengungsian yang panas dan pengap, dalam cuaca dingin mmenusuk hingga tulang pada malam hari.
Pria yang hanya lulusan sekolah menengah atas itu nyaris putus asa. Rumah tempat tinggal yang dibangunnya dengan susah payah dan penuh perjuangan panjang, hancur dan rata dengan tanah hanya dalam beberapa detik oleh gempa beruntun yang mengguncang Lombok dalam dua pekan di penghujung bulan Juli dan Agustus 2018 itu.
Usaha toko sepeda, barang elektronik dan mainan anak-anak yang dirintis bersama istrinya, Saptini Sukmawati Wahid (35) selama bertahun-tahun juga hancur diterjang gempa beruntun. Sebagian barang dagangan berupa sepeda dan barang elektronik rusak dan tak bisa dijual.
Ipul, bapak dari dua anak ini mengaku nyaris putus asa selama tiga bulan tinggal di tenda yang panas dan pengap di tempat pengungsian di Orong Ramput, Dusun Telok Dalem, Desa Medana.
Sama seperti pengungsi lain, selama tiga bulan tinggal di tenda, tak banyak yang bisa diperbuat, selain meratapi nasib, karena kehilangan tempat tinggal dan usaha jual sepeda dan barang-barang elektronik yang dirintisnya selama bertahun-tahun hancur bersamaan dengan robohnya toko sepeda miliknya.
Pria kelahiran Dusun Telok Dalem, 20 Desember 1974 itu menuturkan beberapa hari sebelum musibah terjadi ia membeli barang dagangan berupa sepeda dan barang-barang elektronik yang nilainya hampir mencapai ratusan juta rupiah untuk persiapan menghadapi ramainya pembeli pada bulan Agutus hingga Desember.
Ia mengaku sebelum musibah gempa bumi itu terjadi, usaha toko sepeda yang dikelolanya berkembang cukup pesat. Dari dua lokasi toko sepeda di Desa Dusun Pemenang Barat dan Dusun Telok Dalam yang juga melayani servis sepeda dan sepeda motor serta ganti oli, ia meraup keuntungan lumayan setiap bulan.
Ia mengaku keuntungan yang diperoleh setiap bulan dari usaha toko sepeda itu cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, membiayai dua anaknya sekolah dan membayar upah lima karyawan yang bekerja menyetel sepeda, melayani ganti oli sepeda motor dan mobil.
Namun musibah gempa itu telah menghancurkan semuanya. Selama tiga bulan pascagempa beruntun yang memorakporandakan Lombok dan Kabupaten Sumbawa itu usaha toko sepedanya berhenti total selama tiga bulan dan lima karyawannya terpaksa menganggur.
Ipul menuturkan objek wisata tiga gili (pulau kecil) Trawangan, Meno dan Gili Air di Desa Gili Indah yang menjadi pelanggan terbesar penjualan sepeda dan barang-barang elektronik juga sepi seiring dengan terhentinya geliat usaha jasa wisata pascabencana gempa Lombok.
Pedagang berbagai jenis sepeda dayung dan barang elektronik ini mengaku akibat musibah gempa bumi beruntun yang juga berdampak terhadap sektor pelancongan di Lombok Utara, khususnya objek wisata bahari, pembayaran barang-barang bernilai ratusan juta rupiah juga tersendat.
Sejatinya musibah gempa bumi beruntun yang meluluhlantakkan Pulau Lombok dan Kabupaen Sumbawa itu menyisakan duka mendalam bagi sebagian warga. Selain merusak bangunan, termasuk rumah warga dan menelan ratusan korban jiwa juga mengakibatkan geliat ekonomi nyaris terhenti.
Namun selama sebulan tinggal di tenda pengungsian yang penuh keterbatasan, Saipul Anwar terus merenung dan berdoa usai shalat tahajjud agar diberikan ketabahan oleh Allah Subhanahu wa Ta`ala, sehingga melahirkan sebuah tekad bulat untuk bangkit dari keterpurukan.
Pria berkulit sawo matang pemilik toko sepeda ini mulai berjuang untuk bangkit. Ia berupaya memperbaiki barang-barang dagangannya yang rusak akibat gempa dan membuka usahanya kembali setelah tiga bulan tutup total.
Menurut Ipul, kendati tidak seramai ketika belum terjadi gempa, usaha toko sepeda yang dikelolnya mulai menggeliat dan kondisi ekonomi keluarga berangsur-angsur mulai membaik dan tak lagi larut dalam kesedihan berkepanjangan serta meratapi nasib.
Dengan tekad yang bulat untuk bangkit dari keterpurukan, ia bersama istrinya mulai mengumpulkan modal untuk mengembangkan kembali usaha toko sepedanya dengan menjual perhisan emas milik istrinya. Bahkan ada inisiatif untuk menjual satu dari dua mobil hasil jerih payahnya berdagang selama bertahun-tahun.
Berkat perjuangan tak kenal lelah dan tekad untuk bisa segera bangkit dari keterpurukan, dalam waktu tidak terlalu lama usahanya mulai berkembang. Dalam waktu sekitar dua bulan ia berhasil membangun hunian tetap (huntap) yang nyaman sebagai tempat tinggal bersama keluarga.
Bahkan sekitar enam bulan pascabencana gempa bumi ia mampu membangun kembali toko sepeda di simpang empat Pemenang. Pembangunan toko tempat usaha tahan gempa setengah tembok dan berbahan baja itu menelan biaya Rp200 juta dan Pada Selasa, 30 Januari 2019 mulai diisi dengan barang-barang berupa sepeda, barang elektronik dan mainan anak-anak.
Pria pedagang sepeda, putera semata wayang dari almarhum Sumarsah yang meninggal puluhan tahun silam ini mengaku pernah larut dalam kesedihan, bahkan ia merasa orang yang paling menderita dan rugi. Namun, setelah berkeliling melihat korban terdampak gempa lainnya di Lombok Utara membuat semangatnya kian membaja untuk bangkit dari keterpurukan.
Kini ia merasa bersyukur mampu bangkit dalam waktu tidak terlalu lama. Bagi Ipul kuncinya adalah semangat juang tanpa kenal menyerah, berdoa dengan khusu` dan meyakini bahwa Allah pasti membantu hambanya yang ditimpa musibah.
Kisah inspiratif korban terdampak bencana gempa bumi di bumi "Tioq Tata Tunaq" (moto Kabupaten Lombok Utara) agaknya tak hanya Saipul Anwar, pedagang sepeda yang berhasil bangkit dari keterpurukan akibat bencana gempa bumi Lombok. Ratusan pengusaha kecil yang sebelumnya sempat larut dalam duka mendalam kini berupaya bangkit.
Sastrawan (30), warga Dusun Telok Dalem, Desa Medana, Kecamatan Tanjung yang mengelola usaha menjual pakan ternak ayam, kini telah berhasil bangkit dan usahanya mulai berkembang. Kini ia mengontrak kios kecil untuk melanjutkan usaha pakan ternak, karena tokonya juga hancur rata dengan tanah diguncang gempa beruntun.
Justru pedagang pakan ternak yang biasa disapa Tawan ini lebih cepat bangkit dibandingkan korban terdampak gempa Lombok lainnya. Ia mampu membuka usahanya sepekan setelah bencana yang menyebabkan terpuruknya para pengusaha kecil itu.
Beberapa hari pascagempa ia mengembalikan barang-barang daganganya ke distributor pakan ternak di Kota Mataram. Namun, karena permintaan dari pelanggan cukup ramai membangkitkan kembali semangatnya untuk berjualan kembali.
Sejatinya prediksi berbagai kalangan yang menyatakan relatif sulit membangkitkan kembali ekonomi masyarakat, terutama pengusaha kecil nampaknya tak sepenuhnya benar. Kini usaha kecil di Lombok dan Kabupaten Lombok Utara mulai bangkit, bahkan kini tumbuh usaha-usaha baru, seperti usaha jual beli material bangunan berkembang pesat.
Matum (45), salah seorang warga Desa Medana yang mengelola usaha jual beli material tanah uruk dan pasir bahan bangunan mengaku kewalahan melayani permintaan material bahan bangunan tersebut, seiring dengan banyaknya warga terdampak gempa yang membangun kembali rumahnya yang rusak.
Pria beranak tiga ini yang mengoperasikan dua "dump truck" atau truk jungkit yang sebelumnya sepi penumpang, kini kewalahan melayani permintaan mengangkut limbah reruntuhan bangunan baik dari masyarakat umum maupun pengusaha hotel dan restoran untuk membuang bekas reruntuhan bangunan yang volumenya mencapai ratusan bahkan ribuan truk.
Di balik musibah bencana gempa Lombok itu ternyata ada "berkah" bagi pengusaha kecil yang mau dan mampu bangkit dari keterpurukan ekonomi. Kini di kabupaten termuda di Provinsi NTB ini juga tumbuh usaha pembuatan panel beton untuk membangun rumah instan sederhana sehat (Risha).
Tak hanya itu pascabencana gempa Lombok juga membuka peluang usaha bagi para pembeli besi beton bekas bangunan yang roboh. Mereka membeli besi beton bekas bangunan dengan harga Rp1.500 hingga Rp2.000 per kilogram yang kemudian dijual dengan harga lebih mahal ke pengepul.
Besi beton bekas dari bangunan yang roboh akibat gempa dijual ke luar NTB untuk didaur ulang. Ini merupakan peluang usaha baru yang cukup menguntungkan bagi pengusaha kecil pascabencana gempa Lombok.*
Baca juga: Belajar dari Yogyakarta untuk NTB bangkit
Baca juga: Anak-anak Lombok mulai bangkit dari trauma
Pewarta: Masnun
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019