Bangkok (ANTARA News) - Paling tidak sebanyak 1.000 orang yang ditangkap ketika pasukan keamanan di Myanmar menindak tegas protes massa, yang kemudian ditahan di satu kampus di Yangon, kata para pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan rejim itu kepada AFP, Selasa. Seorang pejabat senior PBB mengatakan, ia cemas atas laporan-laporan bahwa para tahanan itu, termasuk sekitar 500 biksu yang kabarnya mogok makan, dipindahkan ke lokasi lain, yang memicu kekuatiran atas kesehatan mereka. Seorang pejabat Myanmar, yang berbicara tanpa bersedia namanya ditulis lantaran tidak berwewenang berbicara dengan wartawan, mengatakan bahwa sekitar 1.700 orang ditahan di kampus Institut Teknik Pemerintah. Kelompok itu termasuk sekitar 200 wanita, dan paling tidak seorang calon biksu Buddha yang berusia 10 tahun, ujarnya. Mereka ditahan di dalam kampus di gudang yang tidak berjendela, di mana para biksu menanggalkan jubah dan banyak di antara mereka menolak makan, katanya. Beberapa orang menolak menerima makanan dari militer, atau menolaknya karena makanan tiba pada sore hari saat mana para biksu dilarang oleh sumpah agama makan, kata pejabat itu. Tony Banbury, direktur Program Pangan Dunia PBB (WFP) untuk wilayah Asia, mengatakan pihak nya cemas dengan berita-berita bahwa para tahanan itu dipindahkan ke satu lokasi baru yang tidak diketahui. Ia mengatakan di Bangkok bahwa PBB menerima konfirmasi sekitar 1.000 orang ditahan di institut itu , yang disebut Banbury seperti barak-barak militer. "Ada berita-berita bahwa orang-orang ini -- yang barangkali sekitar 1.000 orang termasuk biksu, mahasiswa dan sebagainya --telah dipindahkan ke luar barak-barak ini ke lokasi yang tidak diketahui," katanya. "Tentu saja ada kekuatiran dikalangan badan-badan PBB tentang apa terjadi atas orang-orang ini, kondisi mereka yang sedang ditahan itu-- apakah mereka dapat ditemui oleh Palang Merah," tambahnya. "PBB di Myanmar tidak menerima laporan-laporan bahwa kondisi-kondisi di Institut Teknik Pemerintah itu sangat sulit bagi para tahanan== karana fasilitas-fasiltas sanitasi dan lain-lainnya. Asosiasi Bantuan bagi Tahanan Politik (AAPP) , satu kelompok yang berpusat di Thailand yang memantau penjara-penjara Myanmar, mengatakan militer ingin memindahkan sekitar 1.000 orang itu jauh dari institut itu karena penduduk yang tinggal dekat lokasi itu dapat mendengar doa-doa para biksu. Sekretaris gabungan AAPP Bo Kyi mengatakan: "Mereka ingin memindahkan para tahanan ke luar kota itu." Ia mengatakan ia kuatir pihak berwenang kemungkinan berusaha memaksa para biksu itu makan.AAPP memperkirakan 2.000 orang ditahan ketika pasukan keamnan akhirnya memadamkan sebulan protes pekan lalu, yang menewaskan paling tidak 13 orang. Protes itu pertama meletus pertengahan Agustus setelah junta militer menaikkan harga bahan bakar minyak , tetapi meningkat dua pekan ketika para biksu turun memimpin unjukrasa yang diikuti sekitar 100.00 orang turun ke jalan-jalan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007