Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi Yudisial (KY), Irawady Joenoes, menyatakan ia tidak rela sendirian dijadikan tersangka dalam kasus dugaan penyuapan.
Saat tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa, untuk menjalani pemeriksaan, Irawady justru mengaku akan membongkar proses pengadaan barang dan sewa Gedung KY yang dikatakannya bermasalah.
"Ada pengadaan barang yang bermasalah, juga sewa gedungnya, akan saya bongkar semua. Sebab, saya tidak mau jadi korban sendirian," tuturnya.
Irawady menambahkan, semua pengadaan barang dan sewa gedung itu dilakukan oleh Sekretaris Jenderal KY dan bahkan mengatakan, ada kemungkinan keterlibatan anggota KY lainnya.
Selain pengadaan barang dan sewa gedung, Irawady juga menyebutkan adanya permasalahan di KY tentang hilangnya uang Rp50 juta milik Ketua KY dari brankas.
Namun, mantan jaksa itu tidak mau mengatakan apakah ia menyimpan dokumen yang dapat mengungkap penyelewengan dalam pengadaan barang dan sewa gedung tersebut.
"Biar KPK yang membongkar," ujarnya.
Irawady berkilah bahwa "manuver"nya itu untuk melindungi diri dari kasus penyuapan.
Irawady mengaku surat tugas tertanggal 12 September 2007 tentang pengawasan internal KY yang diberikan oleh Ketua KY kepadanya karena adanya masalah dalam pengadaan barang dan sewa gedung.
Ia mengklaim diberi tugas untuk menyelesaikan masalah pengadaan itu.
Namun, sumber ANTARA News di KY justru mengatakan Irawady yang bersikukuh meminta surat tugas itu dan meminta dijadikan ketua pengawasan pengadaan barang di KY.
Anggota KY Soekotjo Soeparto yang menjadi wakil ketua dalam tim pengawasan yang diketuai Irawady itu menjelaskan, tim tersebut dibentuk setelah adanya temuan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tentang beberapa kesalahan administrasi di KY.
"Tetapi temuan itu sudah ditindaklanjuti oleh KY dan sudah beres. Tim pengawasan itu dibentuk agar tidak ada lagi temuan BPKP, karena lembaga KY ini tergolong baru," ujarnya.
Sekretaris Jenderal KY, Muzayyin Mahbub, mengakui adanya temuan BPKP soal kesalahan administrasi di KY. Namun, ia pun mengatakan, temuan itu sudah ditindaklanjuti oleh KY.
Muzayyin menjelaskan, tidak mungkin ada penyelewengan dalam sewa gedung yang ditempati KY sekarang ini karena mekanisme pembayarannya tidak secara langsung, namun melalui pemindahbukuan APBN.
Gedung ITC yang ditempati KY adalah milik Departemen Perdagangan. Mekanisme pembayaran sewa gedung senilai Rp2,7 miliar langsung dipotong dari anggaran KY di Departemen Keuangan dan dimasukkan ke rekening Departemen Perdagangan, sehingga tidak ada uang yang langsung dikeluarkan dari KY.
Muzayyin pun menjelaskan uang Rp50 juta milik Ketua KY bukan hilang dari brankas, tetapi raib karena penipuan.
Menurut dia, seseorang yang mengaku Ketua KY menelpon bendahara dan diminta mentransfer uang Rp50 juta.
Kasus penipuan itu, kata Muzayyin, telah dilaporkan ke pihak kepolisian.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007