Dengan latar belakang pengusaha, JK selalu berpikir bahwa segala kebijakan yang dia buat dalam pemerintahan pasti akan ada risikonya; tinggal mencari cara bagaimana risiko tersebut diminimalkan.
"Salah satu, katakanlah ketegangan yang terjadi, itu kalau mau menaikkan BBM. Ya terpaksa, kadang-kadang (seperti misalnya) demo yang datang besok kalau kita naikkan sekarang. Tapi selalu saya katakan, dengan cara berpikir pengusaha lah, bagaimana mengakali sesuatu," kata Wapres JK dalam acara Kadin Talks di Menara Kadin Indonesia Jakarta, Kamis.
Agar kebijakan kenaikan harga BBM tetap diambil Pemerintah tanpa menimbulkan reaksi berlebihan di masyarakat, Wapres mengatakan caranya adalah dengan menentukan kenaikan harga tersebut di bulan puasa.
Alasannya sederhana, ketika Ramadhan masyarakat akan mempertimbangkan untuk melakukan demonstrasi karena sedang menjalankan ibadah.
"Kita hitung-hitung, pokoknya kita lakukan dua hari sebelum bulan puasa. Jadi begitu diumumkan, siapa yang mau demo di bulan puasa? Haus dan juga orang sibuk beribadah," tambahnya.
Selain kenaikan harga BBM, JK juga mengatakan kebijakan yang memerlukan banyak pertimbangan adalah ketika menyelesaikan suatu konflik untuk menjaga perdamaian di daerah tertentu.
Untuk dapat menyelesaikan suatu konflik adalah dengan menempatkan diri pada posisi kedua belah pihak yang bertikai, sehingga risiko yang muncul pun tidak kecil, jelas JK.
"Dan juga pada saat perdamaian, karena itu risikonya bagaimana berada di lingkungan yang bisa mengambil risiko dua pihak," katanya.
Namun, di balik kebijakan dan pengambilan keputusan yang tersulit itu, JK selalu menerapkan prinsip ikhlas, sehingga dia menjadi berani mengambil keputusan dan menerima risikonya.
"Salah satu motto hidup saya ini keikhlasan, ya namanya pengusaha pasti berisiko. Maka dalam pemerintahan, saya selalu ambil semangat pengusaha itu, berani ambil keputusan, berani ambil risiko," ujarnya.
Baca juga: TKN: Wajar ada dinamika penetapan harga BBM
Baca juga: Presiden jelaskan alasan pembatalan kenaikan harga BBM premium
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019