Yangon (ANTARA News) - Utusan Khusus PBB Ibrahim Gambari bertemu dengan pemimpin junta Myanmar Than Shwe di ibukota negara Naypyidaw Selasa, pada saat rezim militer menegaskan bahwa pihaknya tidak bersalah untuk melakukan tindakan keras terhadap para pelaku protes massal. Gambari yang telah menunggu sejak akhir pekan untuk bisa bertemu dengan jenderal senior ini, menyatakan kecaman dunia setelah pasukan keamanan menindak keras protes yang dipimpin oleh para biksu Budha, yang menyebabkan sedikitnya 13 orang tewas dan ratusan - mungkin ribuan - orang ditahan. Pertemuan di ibukota Naypyidaw diperkirakan berakhir selama satu jam, kata seorang pejabat kementerian informasi yang tak bersedia disebut namanya. Pertemuan tersebut berlangsung pada saat sejumlah aktivis berjuang menaksir besaran tindakan kekerasan dan mencari tempat ratusan pembelot, para biksu dan masyarakat sipil biasa yang ditahan atau hilang. Para diplomat memperingatkan jumlah korban bisa jauh lebih banyak daripada yang dikonfirmasikan oleh junta, yang telah memerintah negara itu dengan tangan besi selama 45 tahun. Menteri Luar Negeri Australia Alexander Downer menyebutkan tindakan keamanan tersebut brutal, dan mengatakan jumlah korban tewas `jauh lebih tinggi` ketimbang apa yang telah diberitakan selama ini. "Kami rasa sedikitnya 30 orang tewas, dan sekitar 1.400 orang telah ditahan," katanya kepada para wartawan. "Ini rezim yang kejam dan kami lihat kekejaman itu berlangsung selama beberapa hari terakhir." Aksi demonstrasi tersebut terbesar selama hampir dua dasawarsa terhadap rezim itu. Namun saat berpidato di Sidang Umum PBB di New York, Menteri Luar Negeri Nyan Win menuding aksi kerusuhan itu dilakukan para oportunis politik dan menegaskan bahwa junta tidak bertanggungjawab terhadap adanya aksi kekerasan tersebut. Dia mengatakan, pasukan keamanan telah menunjukkan sikap menahan diri dalam menangani aksi-aksi protes, yang dimulai saat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak tinggi sekali pada pertengahan Agustus, namun membuat sekitar 100.000 orang turun ke jalan pada pekan lalu setelah para biksu Budha turut bergabung dalam gerakan itu. "Situasi pada protes awal yang dilakukan oleh kelompok kecil aktivis terhadap kenaikan harga bahan bakar minyak tidak rusuh dan tidak dieksploitasi oleh para oportunis politik," kata Nyan Win kepada AFP.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007