Dari awal itu ustad tidak pernah mau menandatangani dokumen apapun yang disodorkan, mau itu BAP, surat penahanan, surat penangkapan, terus pemindahan ke kanan ke kiri, pemindahan ke lapas Nusa Kambangan itu tidak pernah mau tanda tangan."

Jakarta (ANTARA News) - Ketua Dewan Pembina Tim Pembela Muslim Muhammad Mahendradatta menegaskan syarat setia NKRI untuk pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir tidak dapat diberlakukan karena bersifat non-retroaktif atau tidak berlaku surut.

"Kita kan mengenal UUD non-retroaktif. Itu tahun berapa, sudah berlaku belum. Akan bodoh kita apabila mau mengikuti hal-hal baru dibuat," kata Mahendradatta di RSCM, Jakarta, Selasa.

Syarat penandatanganan dokumen setia NKRI wajib dilakukan seorang terpidana yang akan menerima pembebasan bersyarat.

Syarat itu tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Persyaratan itu diberlakukan sejak November 2012, sementara putusan inkrah pengadilan atas kasus Ba'asyir diputus pada Februari 2012.

Mahendradatta mengatakan berdasarkan asas non-retroaktif, maka Ba'asyir tidak dapat dikenakan persyaratan itu lantaran hukuman Ba'aayir diputuskan pengadilan sebelum PP tentang persyaratan setia NKRI diberlakukan.

Lebih jauh Mahendradatta menegaskan sejak awal Ba'asyir juga tidak pernah bersedia menandatangani dokumen apapun dari pihak yang menahannya.

"Dari awal itu ustad tidak pernah mau menandatangani dokumen apapun yang disodorkan, mau itu BAP, surat penahanan, surat penangkapan, terus pemindahan ke kanan ke kiri, pemindahan ke lapas Nusa Kambangan itu tidak pernah mau tanda tangan," tegas dia.

Dia mengatakan memang ada penawaran pembebasan bersyarat. Namun dia menekankan lagi bahwa Ba'asyir memang tidak pernah mau menandatangani dokumen apapun, kemudian muncul pernyataan bahwa kliennya tidak mau menandatangani syarat setia NKRI dan Pancasila.

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019