London (ANTARA News) - Tidak percuma berasal dari Prancis yang kaya akan kasanah pemikiran filosofis, Arsene Wenger mencoba menulis diktat kebebasan yang mengajak publik untuk keluar dari kepompong kebekuan di tengah pasar gagasan yang mengglobal. Arsene Wenger sebagai manajer dari salah satu klub papan atas Liga Utama Inggris kemudian menyusun pengandaian-pengandaian tahan uji dengan meminjam "kebebasan untuk memilih" di antara sekian gelar yang hendak dicapai pasukan Arsenal pada musim kompetisi tahun ini. Wenger bertekad untuk lebih memilih gelar kehormatan di kancah domestik, ketimbang menangguk sukses di Liga Champions. Kebebasan memilih itu keluar dari nurani Wenger untuk melakukan restorasi di tubuh Arsenal. Pilihan Wenger itu agaknya bersumber dari buah refleksi bahwa selama berkarier di Arsenal, ia belum mempersembahkan satu pun gelar. Filsafat kebebasan gaya Wenger tidak tinggal sebagai diktat tertulis, tetapi lebih pada capaian konkret dari perjuangan di sebuah kompetisi. Wenger memang belum pernah memenangi satu pun gelar, meski kompetisi di Liga Utama Inggris tetap menjadi prioritas dan ujian dalam mencapai jenjang prestasi lebih tinggi. Ia akan mengukur kemampuan pasukannya dalam 38 pertandingan di liga domestik. Baginya, kebebasan untuk memilih tampak bersumber dari kerja keras dan hasil-hasilnya. Untuk memenangi laga Liga Champions, Wenger menyuntikkan "serum kesadaran" kepada seluruh anggota pasukannya bahwa kemenangan jadi pintu masuk bagi sukses di masa depan, terlebih menghadapi pertandingan-pertandingan besar. Baginya, Arsenal hendaknya tidak membuat kekeliruan dan mampu merebut kemenangan ketika melawan Steaua Bucharest dalam laga Liga Champions di grup H yang akan diadakan di Romania pada Selasa waktu setempat. Ia yakin bahwa "the Gunners" (sebutan bagi Arsenal) mampu merebut gelar dari Manchester United. "Saya ingin klub ini memenangi Liga Champions, karena sebelumnya mereka belum pernah mendapatkannya. Meski dari pandangan pribadi, hal itu kurang penting," kata Wenger. Ia menimpali, "Ketika engkau masih muda, engkau ingin menang dan mengatakannya kepada setiap orang bahwa sayalah yang terbaik. Sekarang saya lebih berpengalaman, saya tidak perlu berkata, lihatlah saya yang begitu baik adanya." "Secara jujur, inilah kompetisi yang begitu bermakna bagi tim, bagi manajer untuk tampil dalam sebuah pertandingan," ujarnya. Ia pun menilai, "Menjadi sulit untuk memenangi sejumlah gelar. Kadangkala tim-tim yang top justru tidak memperoleh prestasi terbaiknya di Liga Champions. Persaingan di Liga Utama Inggris justru lebih keras. Liga Utama Inggris telah jadi kompetisi yang paling keras di dunia ini." "Jika engkau telah mengorganisasikan klub-klub Eropa lebih dari 38 sampai 40 pertandingan, maka tim itu akan benar-benar menjadi yang terbaik di Eropa," ujarnya. Wenger memulai revolusi di tubuh Arsenal dengan mengandalkan sejumlah pemain, yakni Thierry Henry, Sol Campbell, Dennis Bergkamp, Ashley Cole dan Robert Pires. Hengkangnya sejumlah pemain berpengalaman akhirnya mendorong Wenger untuk memasukkan sejumlah pemain muda yang berbakat. Sebut saja Cesc Fabregas, Robin van Persie, Emmanuel Adebayor dan Gael Clichy. Wenger juga punya kenangan pahit ketika pasukannya kalah dari Chelsea dalan Piala Liga, tunduk dari Blackburn dalam Piala FA dan PSV Eindhoven dalam Liga Champions. Namun, ia tetap berulangkali memotivasi para pemainnya untuk meraih "yang terbaik", demikian laporan AFP. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007