Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah Senin pagi naik tajam hingga menembus level Rp9.100 per dolar AS, karena pelaku pasar memburu rupiah menjelang pertemuan Bank Sentral AS (The Fed) pada awal bulan ini. Nilai tukar rupiah melonjak tajam menjadi Rp9.095/9.099 per dolar AS dibanding penutupan akhir pekan lalu yang mencapai Rp9.0137/9.145 per dolar AS atau naik 42 poin. Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib, di Jakarta mengatakan para pelaku pasar optimis The Fed akan kembali menurunkan tingkat suku bunganya untuk memicu pertumbuhan ekonomi yang makin melambat. Apabila The Fed jadi menurunkan suku bunga, ini menunjukkan bank sentral AS itu mengabaikan inflasi yang kian meningkat, katanya. Menurut dia, kasus Subprime Mortgage yang masih belum selesai itu terus menekan pertumbuhan ekonomi AS dan dikhawatirkan akan kembali bergejolak yang diperkirakan akan berlangsung selama dua tahun. Karena itu, kenaikan rupiah hingga berada di bawah level Rp9.100 per dolar AS harus diwaspadai, karena dikhawatirkan kenaikan yang cepat kurang sehat bagi pertumbuhan ekonomi, katanya. Rupiah, lanjut Kostaman Thayib, masih berpeluang untuk menguat lagi hingga mendekati level Rp9.050 per dolar AS melihat aksi beli pelaku yang cukup tinggi. "Kami memperkirakan rupiah akan kembali menguat pada penutupan sore nanti, karena pelaku aktif membeli rupiah," katanya. Ditanya mengenai dolar AS, ia mengatakan, dolar AS berada di atas level 114 yen sedikit berubah dari hari Jumat. Euro diperdagangkan pada 1,4270-4275 dolar dan 163,90-95 yen. Di Tokyo, yen mendapat dukungan dari perkiraan kepercayaan bisnis yang dirilis pagi oleh Bank Sentral Jepang (BoJ). Rupiah juga mendapat dukungan dari investor asing yang menempatkan dananya di Indonesia, karena mereka optimis pertumbuhan ekonomi akan semakin baik dan tumbuh lebih cepat, sejalan dengan aktif pembangunan infrastruktur. Meningkatnya investasi asing dan berjalannya sektor infrastruktur, maka pertumbuhan ekonomi di dalam negeri akan semakin tumbuh dengan baik, demikian Kostaman Thayib. (*)
Copyright © ANTARA 2007