Guru di Indonesia mulai dari TK hingga SMA memiliki opini intoleran dan opini radikal yang tinggi
Padang (ANTARA News) - Survei yang dilakukan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta menemukan sebanyak 50,87 persen guru di Indonesia memiliki opini intoleran.
"Guru di Indonesia mulai dari TK hingga SMA memiliki opini intoleran dan opini radikal yang tinggi," kata Peneliti PPIM Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Dr Yunita Faela Nisa di Padang, Jumat.
Pada Diseminasi hasil survei nasional PPIM 2018 tentang Sikap Keberagamaan Guru Sekolah/Madrasah di Indonesia didukung oleh UIN Imam Bonjol Padang, dia mengatakan survei tersebut melibatkan 2.237 guru yang dijadikan sampel terdiri atas 1.811 guru sekolah dan 426 guru madrasah.
Ada tiga pertanyaan mendasar dalam penelitian yaitu seberapa besar toleransi guru sekolah/madrasah di Indonesia, seberapa besar radikalisme dalam mendukung negara Islam dan faktor apa yang berkontribusi membentuk intoleransi dan radikalisme bagi guru di Indonesia.
Yunita menjelaskan konsep dasar tentang toleransi dalam survei merujuk kepada Sullivan yaitu kesediaan untuk mempersilahkan pemeluk agama lain mengekspresikan ide atau kepentingan yang berbeda.
"Salah satu bentuk opini intoleransi yang terungkap adalah hanya 45 persen guru yang setuju nonmuslim boleh mendirikan ibadah di lingkungan mereka," kata dia.
Dalam survei tersebut juga terungkap intensi aksi toleransi pada umat agama lain dalam bentuk menandatangi petisi penolakan sekolah berbasis agama non Islam sebesar 34 persen.
Terkait dengan opini radikal, sebanyak 57 persen guru menjawab setuju saat diajukan pertanyaan seberapa setuju menyumbang uang atau barang untuk mendirikan negara Islam dan 81 persen guru setuju mendoakan orang yang meninggal karena ikut berperang mendirikan negara Islam.
Berikutnya saat diajukan pertanyaan seandainya responden memiliki kesempatan sebanyak 13,30 persen responden ingin menyerang polisi yang menangkap orang-orang yang sedang berjuang mendirikan negara Islam.
Ia menyampaikan faktor yang mempengaruhi hal tersebut salah satunya pandangan Islamis yang menjadi variabel penting terkait intoleransi dan radikalisme guru.
"Sebanyak 82 persen guru setuju Islam satu-satuya solusi mengatasi persoalan masyarakat," ujar dia.
Tidak hanya itu dalam penelitian terungkap yang menjadi panutan dalam belajar agama adalah Ustadz Abdul Somad, Aa Gym, Mama Dedeh, Quraish Shihab, Ustadz Adi Hidayat, Ustadz Maulana dan KH Mustofa Bisri.
Ia menyarankan pemangku kepentingan terkait perlu memperbanyak program yang memberikan pemahaman keislaman yang lebih kontekstual serta memberikan pengalaman kepada guru untuk merasakan keberagaman dan kemajemukan.
Guru adalah profesi yang penting, abdi negara yang mendidik generasi bangsa, paham keagamaan yang intoleran dan ekslusif berdampak negatif terhadap kebhinekaan, kesatuan, dan demokrasi di Tanah Air, kata dia.
Baca juga: Polda Kalbar periksa oknum guru terkait kasus ujaran kebencian
Pewarta: Ikhwan Wahyudi
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019