Ungaran (ANTARA News) - Menjelang Hari Raya Idul Fitri, PT Kedaung Medan Industri Limited (Ltd) yang berlokasi di Desa Klepu, Pringapus, Kabupaten Semarang, Jateng justru melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 900 karyawannya. PHK tersebut dikeluarkan dan diumumkan langsung oleh pemilik Kedaung Medan Indistri Agus Nursalim pada Sabtu (29/9), demikian menurut sejumlah karyawan perusahaan produsen peralatan pecah belah seperti piring , gelas, mangkok, dan cangkir itu ketika ditemui di Ungaran, Minggu. Dari 900-an pekerja yang di-PHK, lebih dari 200 orang adalah penyandang cacat yang sudah bekerja puluhan tahun di Kedaung. Ratusan pekerja yang diambil dari Rehabilitasi Centrum (RC) Solo tersebut sebagian memilih pulang kampung. Salah seorang petugas keamanan yang telah bekerja selama 27 tahun di PT Kedaung Klepu, Suparmono ( 54) menjelaskan, semua karyawan dari berbagai bagian termasuk direkturnya di-PHK. Menurut pengumuman direksi, penyebab PHK adalah karena harga bahan bakar minyak (BBM) yang melambung tinggi sehingga perusahaan tidak mampu lagi melanjutkan operasinya. Pemerintah sekarang harus bertanggung jawab atas PHK besar-besaran tersebut, karena pemerintah memiliki andil besar atas kenaikan harga BBM, kata Suparmono. Menurut dia, di pabrik yang memiliki cabang di sejumlah kota besar di Indonesia ini, menggunakan minyak tanah dan elpiji untuk memproduksi peralatan rumah tangga. Barang-barang yang mudah pecah ini berbahan dasar kalsit, pasir putih, dan soda. Ia mengaku, dirinya mendapat pesangon sekitar Rp12 juta dengan tutupnya pabrik dan "show room" Tabletop Plaza di depan perusahaan ini. Akibat PHK ini banyak pelanggan kecewa. Padahal menjelang Lebaran banyak warga masyarakat yang berbelanja di ruang pamer ini, karena harganya relatif lebih murah. Seorang pekerja PT Kedaung yang penyandang cacat kaki asal Lombok NTB, Mini ( 47) yang sudah berkerja selama 25 tahun mengatakan, beberapa bulan lalu isu penutupan sudah terdengar. Namun, sejumlah karyawan disini tidak memperhatikan, dan mereka mulai 1 Oktober 2007 sudah tidak bekerja lagi. Ia berharap, Gubernur Jawa Tengah yang baru H. Ali Mufiz, membantu para karyawan dan bisa membela hak-haknya. "Saya bersama rekan-rekan senasib penyandang cacat diambil dari RC Solo untuk bekerja di Kedaung," katanya. "Pabrik sekarang tutup dan kami dibiarkan telantar. Pemerintah harus membantu kami, kalau tidak, kami bisa-bisa tidur di kolong jembatan karena belum punya rumah sendiri," keluhnya. PT Kedaung pabrik yang memproduksi bala pecah itu berdiri di atas tanah seluas 17 hektare, hingga Minggu (30/9) sore, kelihatan sepi dan hanya beberapa satpam yang berjaga-jaga di pintu masuk dan mulai Senin (1/10). Sudah tidak ada kegiatan lagi, karena 900 orang karyawannya sudah dihentikan.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007