Hampir 5 juta hektar lahan Riau untuk investasi, bagaimana untuk rakyat

Pekanbaru (ANTARA News) - Walhi mengkritisi pelaksanaan Program Perhutanan Sosial di Provinsi Riau sangat lamban karena realisasi hanya sekitar enam persen selama periode 2014-2018 dari alokasi yang dicanangkan pemerintah 1,42 juta hektare berdasarkan Peta Indikatif Alokasi Perhutanan Sosial (PIAPS).

"Berdasarkan 1,42 juta hektare peta indikator alokasi perhutanan sosial di Provinsi Riau, implementasinya masih berada di angka 6 persen, kurang dari 100 ribu hektare yang memperoleh izin dengan skema perhutanan sosial untuk masyarakat," kata Direktur Eksekutif Walhi Riau, Riko Kurniawan kepada Antara di Pekanbaru, Jumat.

Pemprov Riau mengeluhkan hambatan dalam realisasi perhutanan sosial karena ada konflik teritorial, akurasi kelayakan usaha, akses dan sinkronisasi.

Karena itu, Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan strategi percepatan salah satunya dengan membentuk Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial (Pokja PPS) yang di Riau dibentuk pada Februari 2018.

"Hingga sekarang pemerintah daerah belum ada target bahkan realisasi pemberian hak kelola hutan kepada masyarakat juga masih nihil," kata Riko.

Ia mengatakan penyederhanaan peraturan yang menjadi strategi percepatan nyatanya tidak berjalan. Beberapa aturan yang dipandang secara parsial berdampak pada lambannya realisasi perhutanan sosial, dan juga kurangnya itikad politik.

"Keberpihakan politik pemerintah daerah untuk mengakomodir percepatan dan memberikan akses kepada masyarakat sangat lemah sekali," katanya.

Capaian yang sangat rendah itu dinilainya belum mengakomodir secara eksplisit implementasi perhutanan sosial di lahan gambut serta implikasi penerapan moratorium gambut dan pascapengesahan Perda No.10/2018 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Riau.

Implementasi yang sudah ada, lanjutnya, adalah berkat usulan dan kerja keras organisasi nonpemerintah sedangkan pemerintah daerah masih kurang komitmennya untuk menyukseskan program tersebut.

Berdasarkan data Walhi, hingga 2018 untuk skema hutan desa yang direalisasikan baru mencapai luas 43.910 hektare (ha) untuk 20 desa.

Kemudian untuk skema hutan kemasyarakatan izin yang baru seluas 5.898 ha di sembilan desa. Untuk skema hutan tanaman rakyat baru seluas 4.192 ha, dan realisasi kemitraan hanya sekitar 4.000 ha.

"Pada 2018 belum satu pun pengusulan perhutanan sosial itu diproses dan diberikan akses oleh pemerintah provinsi. Ketimpangan penguasaan lahan ini bukan jadi prioritas pemerintah daerah," katanya.

Walhi menilai, Riau adalah salah satu provinsi yang mengalami ketimpangan akses dan penguasaan lahan, terlebih di lahan gambut. Luas lahan gambut di Riau 50 persen dari total luasan Riau, yang mencapai sekitar 9 juta ha.

Lahan gambut lebih besar diberikan kepada korporasi industri kehutanan dan perkebunan. Hingga 2012, sekitar 1,5 juta ha lahan gambut Riau telah beralih fungsi maupun telah dibebani izin baik untuk hak guna usaha maupun hutan tanaman industri.

Ketimpangan tersebut tidak hanya berekses pada bencana ekologis seperti kebakaran hutan dan lahan gambut yang menyebabkan kabut asap dan pelepasan karbon ke atmosfer, namun juga menjadi faktor meningkatnya konflik agraria, penurunan ekonomi bagi masyarakat Riau serta perubahan sosial dan budaya.

"Hampir 5 juta hektar lahan Riau untuk investasi, bagaimana untuk rakyat", katanya.

Baca juga: Perhutanan Sosial perlu pendampingan agar sejahterakan masyarakat
Baca juga: 2019, pemerintah tingkatkan program perhutanan sosial

Pewarta: Febrianto Budi Anggoro
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019