Mengapa dinilai aman? Karena, posisi utang luar negeri sesuai dengan perkembangan yang diperlukan perekonomian domestik saat ini
Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia menyebutkan jumlah utang luar negeri Indonesia per November 2018 senilai 372,9 miliar dolar AS atau setara Rp5.220 triliun masih dalam kategori aman dan terjaga dari risiko-risiko yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Aida Budiman di Jakarta, Kamis, mengatakan, dengan menggunakan beberapa indikator penilaian utang disimpulkan bahwa Indonesia memiliki kemampuan membayar utang yang mumpuni dan juga mampu menghindari risiko-risiko yang disebabkan utang jangka pendek.
"Mengapa dinilai aman? Karena, posisi utang luar negeri sesuai dengan perkembangan yang diperlukan perekonomian domestik saat ini," katanya.
Untuk kemampuan bayar, Aida menggunakan indikator rasio membayar utang yang dibagi dari penerimaan ekspor atau debt to service ratio (DSR).
Data terakhir berdasarkan publikasi BI, yakni pada akhir kuartal III 2018, DSR Indonesia (tier-1) sebesar 22,02 persen atau menurun dari periode sama 2017 yang 26,63 persen.
"Jika DSR semakin turun, berarti semakin baik. Kemampuan bayar meningkat," ujar dia.
Kemudian, komponen utang yang paling berisiko adalah utang jangka pendek, karena harus dibayar dalam waktu paling lama satu tahun.
Aida menuturkan rasio utang luar negeri jangka pendek Indonesia hingga akhir kuartal III 2018 adalah sebesar 13,2 persen dari total utang luar negeri Indonesia. Angka tersebut tergolong rendah.
Jika dibandingkan negara-negara dengan kapasitas ekonomi serupa (peers) seperti Filipina, Afrika Sekatan, India, Turki, Thailand, dan Malaysia yang memiliki rasio utang luar negeri jangka pendek yang di atas 15 persen, maka Indonesia masih lebih baik dalam menarik utang jangka pendek.
Sementara, jika berdasarkan debitur peminjam utang, yakni pemerintah dan swasta, Aida mengatakan BI memiliki ketentuan penarikan utang luar negeri yang harus dipatuhi oleh seluruh debitur.
Misalnya, untuk penarikan utang swasta, terdapat ketentuan lindung nilai (hedging) dengan rasio kepatuhan yang sudah melebihi 90 persen.
Baca juga: Menkeu : Imbauan IMF soal utang bukan untuk Indonesia
Adapun jika digabungkan seluruhnya, maka rasio utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto pada akhir kuartal III 2018 adalah 34,5 persen PDB.
"Dibandingkan dengan negara peers lainnya, rasio utang Indonesia terhadap PDB masih moderat," ujar Aida.
Aida mengakui Indonesia masih membutuhkan pendanaan dari utang luar negeri untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi di Tanah Air.
Namun, penarikan utang tersebut tetap harus dilakukan secara hati-hati dan perlu ada upaya untuk memitigasi risiko negatif dari penarikan utang.
Baca juga: Utang luar negeri naik tujuh persen jadi Rp5.220 triliun
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019