Film karya sutradara Putrama Tuta ini, berhasil masuk box office Indonesia di tahun 2018. "A Man Called Ahok" telah ditonton sampai 1,5 juta orang di seluruh Indonesia.
Baca juga: Ahok ucapkan terima kasih kepada penonton filmnya
Banyak yang menilai jika film ini syarat dengan muatan politik. Tapi di luar dugaan, Tuta justru membahas soal dinamika keluarga tanpa menyentil tema politik sama sekali.
Peminat cerita tentang sosok Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama tak hanya berasal dari dalam negeri saja. Film tersebut sudah diminta oleh beberapa negara lain seperti Singapura, Malaysia dan Hong Kong.
Baca juga: "A Man Called Ahok", film keluarga yang meminjam kisah Ahok
"Kita inginnya dirilis ya Maret atau April di internasional. Karena di dunia internasional juga melihat iklim politik di Indonesia. Mereka dapat momentum itu," ujar Emir Hakim, produser "A Man Called Ahok" dalam acara bedah film di Jakarta, Kamis.
Tuta mengatakan bahwa versi yang tayang di luar negeri akan berbeda dengan di Indonesia. Bagian-bagian yang sempat dihilangkan dalam "A Man Called Ahok" akan dimasukkan secara utuh.
Baca juga: Meski tak terlibat, Nicholas dukung pembuatan film "A Man Called Ahok"
"Tetap dengan struktur yang ada, tapi yang ini lebih berani dan bold sesuai dengan kebutuhan internasional. Konteksnya harus lebih luas bukan sekadar ayah dan anak. Simbolnya dia apa yang bisa ditonjolin. Kenapa Ahok masuk penjara dan apa yang membuat dia dipenjara," jelas Tuta.
Baik Emir maupun Tuta sepakat bahwa tidak menutup kemungkinan jika "A Man Called Ahok Extended" akan tayang juga di Indonesia.
"Bisa jadi setelah diputar di luar negeri. Film "Soekarno" saja waktu itu ada versi extended-nya kan setelah enam bulan dirilis," kata Tuta.
Baca juga: Akankah ada Veronica Tan di film "A Man Called Ahok"?
Baca juga: Daniel Mananta belajar bersuara serak seperti Ahok
Pewarta: Maria Cicilia
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2019