Yogyakarta (ANTARA News) - Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta bersama aliansi masyarakat sipil Yogyakarta menggelar aksi di kawasan Titik Nol Kilometer, Yogyakarta, Kamis, untuk meminta Presiden Joko Widodo segera mencabut keputusan pemberian remisi kepada I Nyoman Susrama, pembunuh wartawan Radar Bali AA Gde Bagus Narendra Prabangsa.
"Pemberian remisi ini menjadi ancaman bagi kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia," kata Koordinator Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta Tommy Apriando di sela aksi.
Menurut Tommy, keputusan pemberian remisi melalui Keppres Nomor 29 tahun 2018 untuk Susrama mencederai rasa keadilan bagi kalangan pers. Sebab, di sisi lain masih banyak deretan kasus pembunuhan terhadap jurnalis lainnya di Indonesia yang hingga kini justru belum tuntas.
"Di Yogyakarta umpamanya ada kasus pembunuhan terhadap Jurnalis Udin yang sampai 20 tahun ini tidak dituntaskan mulai rezim pemerintahan yang lalu hingga hari ini," ucap dia.
Menurut dia, diadilinya Susrama sebagai otak pembunuhan berencana terhadap Jurnalis Prabangsa seharusnya bisa menjadi satu harapan bagi banyak kasus pembunuhan terhadap jurnalis lainnya untuk juga dituntaskan hingga pengadilan.
"Tetapi kemudian oleh Presiden, pembunuhnya (Susrama) justru diberikan remisi, tentu ini menjadi tidak adil," kata dia.
Remisi itu, menurut dia, seharusnya tidak perlu diberikan, mengingat Susrama telah mendapatkan hukuman yang lebih ringan dari tuntutan jaksa. Susrama sebelumnya dituntut hukuman mati oleh jaksa, namun hakim memvonis dengan hukuman seumur hidup.
Tommy menilai pemberian remisi itu berpotensi menyuburkan iklim impunitas dan membuat pelaku kekerasan terhadap jurnalis tidak jera. Hal itu, menurut dia, bisa memicu kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia terus berlanjut di kemudian hari.
Selain itu, pemberian remisi untuk Susrama dengan Keppres yang terbit dua hari menjelang Hari Antikorupsi Internasional juga mempertanyakan kembali komitmen pemerintah terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia.
Pasalnya, pembunuhan terhadap jurnalis Prabangsa terkait dengan penulisan berita-berita dugaan korupsi dan penyelewengan yang melibatkan Susrama.
"Presiden Jokowi bisa jadi tidak cermat dalam memberikan remisi. Kalau cermat seharusnya dilihat dulu ini kasus apa karena Susrama merupakan pembunuh jurnalis yang tidak layak mendapatkan remisi," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly di Jakarta, Rabu (23/1) mengatakan bahwa pemberian remisi itu dengan pertimbangan bahwa I Nyoman Susrama hampir sepuluh tahun di penjara dan berkelakuan baik, juga mempertimbangkan umurnya yang sudah tua.
"Dia sudah 10 tahun (dipenjara) tambah 20 tahun, 30 tahun. Umurnya sekarang sudah hampir 60 tahun. Dan dia selama melaksanakan masa hukumannya, tidak pernah ada cacat, mengikuti program dengan baik, berkelakuan baik," kilah Yasonna.
Menkumham juga menegaskan bahwa pemberian remisi perubahan terhadap I Nyoman Susrama dari hukuman penjara seumur hidup menjadi 20 tahun penjara telah melalui proses cukup lama.
Yasonna mengungkapkan bahwa proses remisi perubahan ini diusulkan oleh Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) setelah melihat rekam jejak dia dan dibawa ke tim pengamat Pemasyarakatan (TPP) untuk diusulkan ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM.
"Jadi jangan melihat sesuatu sangat politis, orang dihukum itu tidak dikasih remisi. Nggak muat itu Lapas kalau semua yang dihukum nggak pernah dikasih remisi," ucapnya.
Baca juga: Menkumham bantah grasi kepada pembunuh wartawan Bali
Baca juga: Wapres: Pemerintah biasa dikritik termasuk soal grasi pembunuh wartawan
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019