Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) menyarankan agar pemerintah melakukan pembinaan dan pemeriksaan kesehatan untuk setiap calon jamaah haji, khususnya yang berisiko tinggi, dimulai sejak dua hingga tiga tahun sebelum keberangkatan.
"Membina sejak dini jamaah risiko tinggi, supaya saat berangkat mereka sudah istitha'ah. Mindset ini yang perlu diperbaiki supaya pelaksanaan lebih baik," kata Ketua KPHI Samidin Nashir dalam konferensi pers di kantor KPHI Jakarta, Kamis.
KPHI berpendapat, daftar calon haji seharusnya sudah dikomunikasikan oleh Kementerian Agama dengan Kementerian Kesehatan minimal dua tahun sebelum keberangkatan sehingga bisa diidentifikasi bila terdapat penyakit dan bisa dilakukan langkah-langkah pembinaan awal dalam menyiapkan jamaah agar istitha'ah.
Hal ini harus dilakukan agar tidak ada lagi kejadian seperti tahun-tahun sebelumnya di mana ada jamaah yang tidak memenuhi istitha'ah kesehatan namun tetap berangkat ke Arab Saudi dan terkendala karena sakit saat pelaksanaan ibadah haji.
Selain itu, KPHI juga memberikan 12 rekomendasi lainnya untuk perbaikan penyelenggaraan haji ke depan yang ditekankan pada empat aspek, yaitu bimbingan ibadah haji, pelayanan kesehatan, perlindungan jamaah, dan pelayanan selama di ibadah Armina.
Samidin merekomendasikan agar pemerintah memprioritaskan calon jamaah usia 75 tahun ke atas yang memenuhi syarat istitha'ah. Dari 3,8 juta daftar antrean calon jamaah saat ini terdapat 296 ribu lebih yang usianya di atas 75 tahun.
KPHI juga merekomendasikan agar pemerintah membenahi dan meningkatkan kerja sama G to G dengan Kerajaan Arab Saudi dalam pelaksanaan biometrik dan fast track agar implikasi yang timbul dalam keamanan data bisa dieliminasi dan tidak menimbulkan kesulitan baru.
Selanjutnya, KPHI juga merekomendasikan agar petugas penyelenggara ibadah haji direkrut dari yang pernah menjalankan tugas atau sudah pernah haji sebelumnya.
"Karena mereka yang sudah pernah berhaji atau pernah bertugas, kemampuan antisipasi masalah dan kinerjanya lebih bagus," kata Samidin.
KPHI juga merekomendasikan agar bimbingan ibadah pramanasik dilaksanakan sejak awal tahun berjalan, dan paket manasik haji di daerah bisa dilaksanakan 16 kali.
"Terbukti dari survei yang kami lakukan ternyata 40 persen jamaah haji tahun lalu kurang memahami rukun dan wajib haji. Bagaimana mereka bisa menunaikan ibadah haji yang sah dan mabrur kalau pemahaman rukun dan wajib haji saja kurang," kata dia.
KPHI juga merekomendasikan agar pemerintah bisa merenovasi interior dan fasilitas asrama haji di Indonesia agar mirip seperti di Arab Saudi. Hal ini dimaksudkan agar jamaah mudah beradaptasi ketika sudah berada di tanah suci.
KPHI juga meminta agar pemerintah menyusun organisasi Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) secara profesional dan proporsional dengan menyinergikan semua pemangku kepentingan. Unsur Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, TNI-Polri idealnya diposisikan sebagai pimpinan PPIH Arab Saudi untuk memudahkan pengambilan keputusan dan implementasi di lapangan yang sifatnya dinamis.
KPHI merekomendasikan agar pemerintah mengecek dengan cermat rekam jejak ibadah tiap jamaah haji Indonesia untuk memastikan mereka telah melaksanakan semua rukun dan wajib haji dengan benar.
"Buat regulasi safari wukuf dan badal haji yang komprehensid dan terkontrol secara cermat, sehingga tidak terjadi adanya jamaah haji yang sakit tidak disafariwukufkan," kata Samidin.
Dalam bidang akomodasi, KPHI menyarankan agar pemerintah memprioritaskan sewa hotel dengan kapasitas besar dan diferensiasi harga yang rendah, terkonsentrasi atau tidak menyebar, dan terintegrasi dengan layanan transportasi serta katering.
Pemerintah Indonesia juga diminta untuk mendesak Kerajaan Arab Saudi agar segera membangun kemah bertingkat lengkap dengan toiletnya di Mina Al-Muaishim untuk jamaah haji Indonesia.
Samidin juga meminta agar tingkatkan koordinasi dengan pihak keamanan Masjidil Haram agar memberikan akses pada petugas penyelnggara haji dalam menolong jamaah haji asal Indonesia yang terkendala.
KPHI juga merekomendasikan agar penyelenggara haji memilih perusahaan katering yang akan dikontrak dengan memprioritaskan pengalaman, memiliki dapur aktif, kapasitas sedang hingga besar, manajemen baik, akses mudah, kecukupan koki dari Indonesia, serta ketersediaan bahan makanan dan bumbu masak nusantara.
Samidin juga meminta agar pemerintah meningkatkan petugas haji untuk keamanan dari kalangan TNI-Polri minimal sebanyak 109 orang.
"Tahun lalu jumlahnya hanya 73 orang. Dipecah, diposisikan di beberapa tempat. Tidak mungkin jumlah sedikit mengawal wilayah yang luas, serta problematika yang kompleks," kata Samidin.
Samidin juga meminta agar pemerintah merevisi standar pelayanan minimum haji khusus yang tidak sesuai dengan kondisi sata ini, khususnya pada layanan hotel transit yang tidak sesuai standar.
Pemerintah juga diharapkan segera membuat regulasi yang jelas tentang pengendalian jamaah haji furoda atau nonkuota sehingga pelayanan dan perlindungannya terpantau dengan baik.
Baca juga: Komisi pengawas haji masih temukan pemadatan penginapan jamaah
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019