Semarang (ANTARA News) - Liberalisasi dan komersialisasi di bidang pendidikan yang ditandai diizinkannya pihak asing memiliki 49 persen saham di sektor pendidikan, dipastikan akan melenyepakan keunikan lokal lembaga pendidikan. Budayawan dan mantan Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Prof Eko Budihardjo, Sabtu mengatakan, dibolehkannya pihak asing memiliki saham hingga 49 persen di lembaga pendidikan hanya dilandasi kepentingan ekonomi (bisnis), tetapi mengabaikan aspek sosial dan budaya. Peraturan Presiden Nomor 76 dan Nomor 77 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing dalam Bidang Pendidikan disebutkan, pendidikan dasar dan menengah, pendidikan tinggi, dan pendidikan nonformal sebagai bidang usaha yang dapat dimasuki modal asing dengan batas kepemilikan maksimal 49 persen. Eko mengingatkan, bila lembaga pendidikan sudah lebih mementingkan aspek ekonomi ketimbang aspek lainnya, maka nilai-nilai yang ditanamkan di lembaga pendidikan itu kelak lebih banyak berasal dari luar. Ia memberi ilustrasi, perekonomian Indonesia dari zaman dulu hingga sekarang tidak kunjung kuat karena berbagai kebijakan yang diterapkan di negeri ini merupakan ilmu yang diimpor dari luar, tempat di mana para pengambil kebijakan ekonomi ini menempuh studi. "Perekonomian kita terpuruk karena pemikiran para ekonom kita terbawa arus pemikiran Barat. Dalam konteks Indonesia pemikiran itu tidak selamanya benar," kata Eko mengutip ekonom Prof Mubyarto, pencetus Ekonomi Pancasila. Guru Besar Teknik Arsitektur Undip itu mengingtakan, seharusnya penentu kebijakan melihat realitas domestik sehingga dalam kondisi seperti sekarang, sektor usaha kecil dan menengah yang mestyi didorong karena lebih sesuai dengan kondisi sosial budaya. Gejala pelenyapan bangunan bersejarah yang hendak diganti dengan pusat perdagangan/perbelanjaan modern, seperti yang terjadi dalam rencana pembangunan mal enam lantai yang akan menggusur Pasar Johar Semarang, katanya, merupakan wujud tidak ada penghargaan terhadap masa lalu dan kekayaan lokal. "Kalau kita meniru mentah-mentah apa yang ada di Barat, kita akan meniadakan realitas sosial budaya yang ada dan hidup puluhan tahun di dalam Pasar Johar. Di sana ada ribuan pedagang kecil, ada sosialisasi di antara mereka, dan budaya lokal yang terus berproses," katanya. Menurut Eko, kalau pihak asing kemudian memiliki saham hingga 49 persen, maka mereka memiliki kekuatan yang cukup untuk memasukkan nilai-nilai dari luar yang tidak selamanya selaras dengan kepribadian dan budaya bangsa.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007