Makassar (ANTARA News) - Delapan orang meninggal dan empat lainnya dinyatakan hilang akibat banjir yang melanda sembilan kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, pada Rabu (22/1).
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, melalui rilisnya yang diterima Antara, Rabu, mengatakan, kedelapan orang meninggal akibat banjir Sulsel tersebut, yakni lima orang ditemukan di Jeneponto dan tiga orang lainnya ditemukan di Kabupaten Gowa.
Sedangkan korban yang dinyatakan hilang, yakni tiga di Kabupaten Jeneponto dan satu orang di Pangkep.
"Dari data yang berhasil dihimpun Posko BNPB berdasarkan laporan dari BPBD Sulsel, tercatat delapan orang meninggal dunia dan empat orang dinyatakan hilang akibat banjir, tanah longsor dan angin kencang yang melanda wilayah Sulsel pada Selasa (22/1)," kata Sutopo.
"Hingga pukul 14.00 WITA hari ini (Rabu), banjir masih banyak melanda di daerah itu. Penanganan darurat dan pendataan masih terus dilakukan sehingga update data akan berubah," katanya menambahkan.
Banjir akibat hujan berintensitas tinggi disertai angin kencang dan gelombang pasang tersebut telah menyebabkan sungai-sungai meluap sehingga merendam ribuan rumah warga di 53 kecamatan pada sembilan kabupaten dan kota di Provinsi Sulsel.
"Data sementara tercatat, sebanyak 53 kecamatan di kabupaten/kota di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan yang mengalami banjir yaitu di Kabupaten Jeneponto, Gowa, Maros, Soppeng, Barru, Wajo, Bantaeng, Pangkep dan Kota Makassar," ujar Sutopo Purwo Nugroho.
Banjir juga merendam 10.021 hektare sawah dan menyebabkan ribuan warga mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Di Kabupaten Jeneponto, banjir melanda 21 desa di 10 kecamatan, yaitu Kecamatan Arung Keke, Bangkala, Bangkala Barat, Batang, Binamu, Tamalatea, Tarowang, Kelara dan Turatea dengan ketinggian air 50-200 centimenter.
"Banjir akibat hujan deras sehingga sungai-sungai meluap, diantaranya Sungai Topa, Allu, Bululoe, Tamanroya, Kanawaya, dan Tarowang. Dampak yang ditimbulkan adalah lima orang meninggal dunia, tiga orang hilang, lima rumah hanyut, 51 rumah rusak berat, ribuan warga mengungsi dan ribuan rumah terendam banjir," terangnya.
"Evakuasi, pencarian, penyelamatan dan distribusi bantuan masih terus dilakukan. Banyak warga yang mengungsi sementara di atap rumah sambil menunggu dievakuasi. Tim SAR gabungan dari BPBD, TNI, Polri, Basarnas, SKPD, PMI, Tagana, relawan dan lainnya melakukan penanganan darurat," papar Sutopo.
Di Kota Makassar, banjir melanda 14 kecamatan, yaitu Kecamatan Biringkanaya, Bontoloa, Kampung Sangkarang, Makassar, Mamajang, Manggala, Mariso, Pankkukang, Rappocini, Tallo, Tamalanrea, Tamalate, Ujung Pandang dan Ujung Tanah.
"Ada sekitar 1.000 warga mengungsi. Banjir juga disebabkan hujan deras kemudian sungai-sungai yang bermuara di Kota Makassar meluap," katanya.
Sedangkan di Kabupaten Gowa, banjir melanda tujuh kecamatan, yaitu Somba Opu, Bontomanannu, Pattalasang, Parangloe, Palangga, Tombolonggo, dan Manuju.
Selain hujan deras, banjir di Kabupaten Gowa juga disebabkan dibukanya pintu waduk Bili-Bili karena volume air terus meningkat sehingga untuk mengamankan waduk, maka debit aliran keluar dari Waduk Bili-Bili ditingkatkan
Banjir di Gowa menyebabkan tiga orang meninggal dunia, 45 orang luka-luka, 2.121 orang mengungsi yang tersebar di 13 titik pengungsian dan lebih dari 500 unit rumah terendam banjir setinggi 50-200 centimeter.
Banjir juga menyebabkan dua jembatan rusak berat sehingga tidak dapat digunakan, yaitu jembatan Jenelata di Desa Moncong Loe Kecamatan Manuju dan jembatan di Dusun Limoa Desa Patalikang Kecamatan Manuju.
"Hujan deras juga memicu longsor di beberapa tempat sehingga menutup jalan dan merusak beberapa rumah," katanya menambahkan.
Sementara itu, banjir di Kabupaten Marros melanda 11 kecamatan dan lebih dari 1.400 orang mengungsi.
"Pendataan masih dilakukan. Listrik padam sehingga komunikasi juga putus. Posko BNPB terus berkoordinasi dengan Pusdalops BPBD. Tim Reaksi Cepat BNPB mendampingi BPBD. Penanganan darurat masih terus dilakukan oleh tim gabungan. BPBD bersama TNI, Polri, Basarnas, SKPD, PMI, Tagana, relawan dan lainnya melakukan penanganan darurat," papar Sutopo.
Saat ini perahu karet dan bantuan makanan untuk pengungsi masih diperlukan.
"Korban hilang masih dilakukan pencarian. Kondisi hujan yang masih berlangsung dan luasnya wilayah yang terkena banjir cukup menyulitkan dalam penanganan," ujarnya.
Ia mengatakan, saat ini debit dan volume Waduk Bili-Bili terus menurun.
Hingga pukul 15 00 WITA, tinggi permukaan air Waduk Bili-Bili sudah mulai turun menjadi 100,64 meter, volume waduk 277,55 juta meter kubik, dan inflow sekitar 927,77 meter kubik per detik.
"Meskipun masih dalam batas Siaga, namun kondisinya terus mengalami penurunan. Pemerintah daerah dan masyarakat diimbau untuk terus meningkatkan kewaspadaan menghadapi banjir dan tanah longsor," terangnya.
BMKG telah menyebarkan peringatan dini hujan lebat selama 23?30 Januari 2019.
Sebagian besar wilayah Indonesia puncak hujan berlangsung selama Januari hingga Februari 2019.
"Secara statistik dari data kejadian bencana selama 20 tahun terakhir menunjukkan bahwa selama bulan Januari dan Februari adalah puncak dari kejadian bencana hidrometeorologi yaitu banjir, longsor dan puting beliung. Polanya mengikuti dari pola curah hujan," kata Sutopo.*
Baca juga: Puluhan jembatan rusak akibat bencana alam
Baca juga: 9 meninggal, 10 hilang akibat banjir di Sulsel
Baca juga: Kemensos kirimkan bantuan logistik untuk pengungsi banjir Sulsel
Pewarta: Amirullah
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019