Jakarta (ANTARA News) - Departemen Keuangan tengah mencari jalan keluar agar impor busway gandeng untuk Transjakarta dapat segera keluar dari Tanjung Priok dan segera dioperasikan untuk angkutan umum di Jakarta. "Sekarang kita lagi cari jalan keluarnya, termasuk kemungkinan mereka membayar dulu dan nanti bisa dihitung dalam Dana Alokasi Khususnya Pemprop DKI Jakarta," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani akhir pekan ini di Jakarta. Menkeu menjelaskan, berbeda dengan UU tentang Kepabeanan yang sebelumnya (UU Nomor 10 tahun 1995) yang memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk memberikan pembebasan Bea Masuk (BM) impor semua jenis barang maka kewenangan itu tidak ada lagi dalam UU tentang Kepabeanan yang baru (UU Nomor 17 tahun 2006). "Waktu itu memang impor kendaraan untuk angkutan umum mendapatkan pembebasan BM atau hanya dikenakan 5 persen, tetapi waktu impor kendaraan untuk busway masuk ke Priok, UU-nya sudah UU yang baru. Saya sudah tidak bisa lagi membebaskan BM-nya sehingga dia terkena BM penuh sebesar 40 persen," jelas Menkeu. Menurut Menkeu, dalam UU yang lama, ada satu ayat yang menyebutkan bahwa Menteri Keuangan bisa memberikan pembebasan atau keringanan untuk hal-hal tertentu, artinya Menteri Keuangan mempunyai kewenangan untuk itu. "Dalam UU yang baru ayat itu dihapus karena DPR mengatakan bahwa pembebasan atau pengurangan BM itu harus diatur dengan UU, bukan oleh Menkeu lagi," katanya. Ia menyebutkan, berbeda dengan RAPBN 2008 yang mengalokasikan dana sebesar sekitar Rp3 triliun dalam rangka pembebasan dan pengurangan BM, APBNP 2007 tidak mengalokasikan dana untuk kepentingan itu. "Dalam APBNP 2007 kita tidak punya ruang lagi karena semuanya harus berdasarkan APBN. Nilai pemberian fasilitas pun juga harus terlihat di APBN," katanya. Mengenai adanya pembebasan dan keringanan bea masuk impor hasil laut yang ditangkap dengan sarana penangkap yang telah mendapat ijin, Menkeu mengatakan, untuk komoditas itu memang sudah diatur dalam UU tentang Kepabeanan yang baru. "Jadi saya hanya mengadministrasikan saja sehingga bukan berarti sekarang tidak ada pembebasan dan keringanan BM," katanya. Menurut dia, untuk impor barang-barang yang dianggap strategis fasilitas pembebasan atau keringanan BM-nya harus dimasukkan dalam APBN. Setiap fasilitas BM yang keluar harus tercermin di APBN. "Karena itu dalam RAPBN 2008 akan terlihat seperti ada peningkatan penerimaan BM hingga Rp3 triliun. Angka Rp3 triliun itu merupakan angka yang kita cadangkan untuk komoditas yang tidak masuk dalam UU Kepabeanan seperti untuk pembangunan pembangkit listrik dan lainnya," katanya.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007