Jakarta (ANTARA News) - Selama dua jam konser gitaris asal Bali I Wayan Balawan mengeluarkan seluruh emosinya yang menyatu dengan musik tradisi Bali yang bertempo cepat dan progresif dengan sentuhan warna modern di Gedung Kesenian Jakarta, Jumat malam. "Kalau perang dalam arti sebenarnya tidak boleh ya, tapi ini boleh saja karena ini adalah perang musik," ujar Balawan yang tampil bersama kelompok musik bentukannya "Batuan Ethnic Fusion". "Perang musik" yang dimaksud Balawan adalah kolaborasinya yang "panas" dengan sejumlah musisi dan penyanyi dalam konser yang menutup Festival Schouwburg ini. Ada empat bintang tamu yang tampil yakni penyanyi Netta, pemain biola muda Didit, drumer Dian Subiyakto, serta pianis dan komponis Marusya Nainggolan. Permainan musik yang "panas" tampak pada kolaborasi Balawan dengan Didit dalam komposisi "Minds in My Mind". Lagu ini bertempo cepat dan semarak, sementara nada-nada tinggi dari gesekan biola Didit seolah memancing emosi Balawan semakin lincah dan cepat memainkan dua gitarnya sekaligus. "Sudah pusing belum ?! Biasanya mendengar musik bertempo cepat seperti ini ada yang mengaku pusing. Saya sudah biasa sih mendengar ada yang mengatakan begitu," candanya sambil tersenyum disambut tepuk tangan meriah penonton. Lagu "Jayaprana" yang dibawakan Netta juga tak kalah unik. Lagu yang bercerita tentang legenda di Bali tentang kisah cinta Jayaprana dan Layonsari didominasi gamelan Bali, gendang, dan gitar melodi. Meski tak beranjak dari pakem musik tradisi Bali nan rancak dan progresif, namun permainan nada-nada gitar Balawan menjadikan lagu ini tetap syahdu dan berkarakter. Secara keseluruhan 10 komposisi dibawakan Balawan dan kelompoknya tanpa jeda. Lima komposisi merupakan komposisi baru, sementara lima komposisi lainnya diambil dari album Balawan sebelumnya. Balawan adalah musisi kelahiran Gianyar, Bali, 9 September 1972. Ia mulai bermain gamelan pada usia delapan tahun dan mulai belajar gitar pada usia 12 tahun. Pada 1993, pemilik nama lengkap I Wayan Balawan ini mendapat beasiswa untuk belajar di Australian Institute of Music di Sydney selama tiga tahun. Ia kemudian mulai mendalami teknik bermain gitar yang dikenal sebagai "touch technique" dengan menggunakan delapan jari yang menyerupai piano. Teknik itu memungkinkan tangan kiri untuk memainkan kord dan bas, sedangkan tangan kanan memainkan melodi. Kelompok musik Batuan Ethnic Fusion merupakan kelompok yang dibentuknya pada 1997 sekembalinya ia dari Australia. Kelompok ini beranggotakan I Wayan "pecok" Suastika, I Wayan "mangku" Sudarsana, I Nyoman Marcono, I Nyoman "panak supire" Suwidha, I Gusti Agung Bagus Mantra, I Gusti Agung Ayu Risna Dewi, dan Itok Kurdhi. Mereka memainkan instrumen seperti Cengceng, Rindik, Reong, Suling, Genjek, Kemply, Cymbals, kendang, dan berbagai alat musik lainnya. Pada Oktober 1999, Balawan dan Batuan Ethnic Fusion merilis album debut mereka "GloBALIsm". Sebuah album yang digarap produser Dewa Budjana.(*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007