Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia mengabaikan keberatan dunia internasional, termasuk Australia, terkait rencana pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir, kata Wakil Presiden Jusuf Kalla.
"Kita tidak mempertimbangkan keberatan atau tidak keberatannya negara lain," kata Wapres JK kepada wartawan di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Selasa.
Wapres menegaskan bahwa persoalan Ba'asyir adalah persoalan dalam negeri Indonesia.
Terkait keberatan Australia, JK mengatakan posisi negara Kangguru tersebut sama dengan ketika Pemerintah Indonesia menyampaikan keberatan saat Australia mengakui Yerusalem sebagai bagian dari Israel.
"Sama dengan Australia juga berpendapat tidak menjadikan protes Indonesia soal Yerusalem itu harus dipenuhi, kan tidak juga. Jadi sama, permintaan kita soal Yerusalem agar tidak diakui, tapi dia (Australia) tetap akui)," jelas JK.
Wapres JK mengatakan Pemerintah masih mengkaji ulang mekanisme hukum yang akan diberikan kepada Ba'asyir untuk dibebaskan. Apabila melalui grasi, Ba'asyir harus menandatangani surat pernyataan untuk taat kepada ideologi Pancasila.
Namun, Ba'asyir keberatan untuk menandatangani surat pernyataan taat kepada Pancasila dan hanya bersedia menyatakan diri setia kepada Islam.
"Ya, berbeda. Kalau disebut Islam itu sesuai Pancasila, baru bisa seperti itu. Tapi ini Pancasila yang sesuai dengan Islam, jadi artinya tidak melanggar. Tapi inilah, hukum itu normatif, harus sesuai dengan apa adanya," jelas JK.
Perdana Menteri Scott Morrison, seperti dikutip media nasional Australia, menyampaikan keberatannya atas keputusan Pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan pembebasan Abu Bakar Ba'asyir.
Morrison meminta Pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan aspek kemanusiaan dari sisi korban Bom Bali.
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Sigit Pinardi
Copyright © ANTARA 2019