Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 2.200 desa menghadapi pencemaran tanah serta membutuhkan bantuan untuk mengatasi pencemaran dan meningkatkan kualitas tanahnya, kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto di Jakarta, Senin.
"Kita juga perlu melihat PR (pekerjaan rumah) yang tersisa, misalnya dari hasil pendataan Potensi Desa 2018, kita masih melihat ada 2.200 desa yang masih mengalami pencemaran tanah," kata Suhariyanto dalam acara penandatanganan nota kesepahaman antara BPS dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengenai pengelolaan data lingkungan hidup dan kehutanan.
Selain itu, menurut BPS masih ada 16.000 desa yang menghadapi pencemaran air dan udara
"Ini tentunya PR-PR yang perlu kita garisbawahi dan ke depan kita juga perlu menangani," kata Suhariyanto.
Dia menjelaskan pula bahwa 2,8 persen rumah tangga yang berada di kawasan hutan merupakan rumah tangga dengan perladangan berpindah.
"Ini tentunya perlu mendapat perhatian supaya keberadaan perladangan berpindah ini tidak merusak lingkungan tetapi sebaliknya menimbulkan keinginan untuk melestarikan hutan di Indonesia," ujarnya.
BPS juga mendata bahwa berdasarkan indeks perilaku ketidakpedulian terhadap lingkungan hidup yang nilainya 0 sampai 1, nilai indeks bangsa Indonesia 0,51, yang berarti kepedulian masyarakat terhadap lingkungan hidupnya masih harus terus ditingkatkan.
"Perlu dan harus kita akui sejujurnya bahwa persepsi masyarakat kepada lingkungan hidup menempati prioritas di bawah kepentingan ekonomi dan sosial. Karena itu, ke depan berbagai kebijakan mengenai lingkungan hidup harus terintegrasi dengan indikator sosial dan ekonomi seperti yang tercantum dalam SDGs (tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan)," tuturnya.
Baca juga:
Pencemaran udara DKI lampaui baku mutu
Dinas Lingkungan Hidup cek pencemaran Bengawan Solo
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019