Yangon (ANTARA News) - Penguasa Myanmar hari Jumat memperluas jam malam di daerah rusuh Yangon utara, tempat delapan orang dilaporkan tewas oleh tentara dalam unjukrasa hari sebelumnya. Saksi menyatakan, kerumunan penentang berkumpul di daerah Okalapa Selatan, meskipun ada tentara dan polisi penanggulangan huru-hara, yang lewat truk pengeras suara mengumumkan jam malam dari pukul 18.00 sampai 06.00. Seluruh Yangon dan Mandalay, kota kedua di negara semula bernama Burma itu, Selasa dikenai jam malam dari pukul 21.00 sampai 05.00 dalam upaya memadamkan unjukrasa terbesar menentang penguasa dalam hampir 20 tahun. Komisi Hak Asasi Manusia Asia menyatakan delapan orang tertembak mati di daerah Okalapa dalam penumpasan hari Kamis atas ribuan pengunjukrasa menentang 45 tahun kekuasaan tentara dan peningkatan kesulitan ekonomi. Dengan menyebutkan sumber di kota itu, kelompok berpusat di Hongkong itu menyatakan mayat korban dibawa ke rumah di lingkungan tersebut, tapi pasukan keamanan menggeledah daerah itu dan mengambilnya. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki Moon menyatakan gembira bahwa pemerintah Myanmar menyetujui kunjungan penasehat khususnya, Ibrahim Gambari, mulai Sabtu, kata juru bicaranya dalam sebuah pernyataan. Ban mengimbau, pemerintah Myanmar melakukan pembicaraan membangun dengan penasehat khususnya dan bersedia melakukan rujuk bangsa secara damai dan terbuka, demikian bunyi pernyataan itu. Penguasa Myanmar hari Kamis menyatakan menunjukkan upaya menahan diri dalam menangani unjukrasa terbesar menentang pemerintah dalam hampir 20 tahun, kata diplomat. Diplomat berkedudukan di Yangon, yang diundang rapat dengan wakil menteri luar negeri di ibukota baru Myanmar, Naypyidaw, diberitahu bahwa pemerintah bertekad menunjukkan upaya menahan diri dalam menanggapi usaha memanas-manasi keadaan. Sedikit-dikitnya, lima orang tewas, termasuk satu jurufoto Jepang, Kamis di Yangon saat penguasa meningkatkan penumpasan dua hari dengan menyerbu biara dan memerintahkan pengunjukrasa meninggalkan jalanan atau ditembak. Menteri itu menuding unjukrasa itu, yang dimulai tengah Agustus dengan pawai kecil-kecilan warga menentang meningkatan tajam harga bahan bakar, dipicu unsur perusak dari dalam dan luar, kata diplomat tersebut. Kemarahan antarbangsa atas penggunaan tembakan peringatan, gas airmata dan pentungan hari Rabu terhadap biksu dan warga tak bersenjata memicu seruan hukuman lebih keras terhadap negara semula bernama Burma itu, yang dikuasai tentara sejak 1962. Biksu menyatakan, lima anggotanya tewas hari Rabu. Menteri luar negeri negara Asia Tenggara hari Kamis bertemu di New York dengan tekanan untuk bergabung dengan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa menyeru pemerintah Myanmar mengizinkan kunjungan utusan badan dunia itu guna menenteramkan kemarahan dunia terhadap kekerasan pemerintah Myanmar terhadap pengunjukrasa. Ke-15 anggota Dewan Keamanan itu bertemu dalam sidang darurat di markasbesar Perserikatan Bangsa-Bangsa itu hari Rabu, namun gagal mengutuk tindakan keras di Yangon tersebut. Thailand menyiapkan rencana mengungsikan warganya dari Myanmar jika kekerasan terus merebak di sana, dengan tiga pesawat barang Angkatan Udara, yang siap menerbangkan mereka ke tanah airnya, kata pejabat di Bangkok hari Kamis. Singapura, salah satu pemodal asing terbesar Myanmar hari Kamis menyeru penguasa negara itu mengekang diri dalam menghadapi pengunjukrasa dan meminta jasa penengahan Perserikatan Bangsa-Bangsa. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007