Ke-14 jenis burung itu seluruhnya adalah jenis burung penetap di lokasi itu yakni, Blekok sawah, Cangak abu, Kuntul besar, Kuntul kecil, dan Kuntul China.
Selain itu ditemui pula jenis burung Kareo padi, Kokokan laut, Kowak malam abu, Trinil pantai, Tikusan alis putih, Itik benjut, Pecuk padi hitam, Pecul ular asia, dan Bambangan kuning.
Pegiat Kehati yang membawahi bagian edukasi dan outreach Ahmad Baihaqi menyebut jumlah ini memang menurun jika dibanding sensus yang dilakukan oleh pihaknya di tempat yang sama 2016 silam.
Singkatnya durasi pengamatan dan cuaca yang kurang bersahabat membuat temuan yang ada dinilai belum maksimal.
“Pertama kondisi cuaca, hari ini hujan dan mendung memengaruhi keluarnya burung, waktu yang cukup singkat dimulai dari jam 09.00 sampai 12.00 WIB pun memengaruhi sehingga aktivitas pengamatan tidak maksimal,” kata pria yang akrab disapa Abay usai kegiatan sensus.
Tim sensus yang melibatkan partisipasi mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi, umum, dan sekolah sedianya memang akan memulai kegiatan pada pukul 07.00 WIB. Sayang, hujan yang cukup deras membuat kegiatan sempat tertunda.
Tidak banyaknya jenis burung yang ditemukan di sekitar hutan mangrove pun membuat tim melakukan penelusuran sungai menggunakan perahu sampai menemukan beberapa jenis burung air di kawasan sungai.
Belum maksimalnya pengamatan pun membuat sensus yang dilakukan tim Biodiversity Warriors Kehati tak menemukan jenis burung air migrasi.
“Biasanya ditemukan burung yang migrasi karena cuaca ekstrem di daerah asalnya sehingga mereka mencari hangat, mencari makan, dan berkembang biak ke sini,” ucap dia.
Padahal, di tahun 2016 ketika Kehati mengorganisasi kegiatan Asian Waterbird Census di lokasi tersebut menemukan 18 jenis burung migrasi.
“Ada burung bangau beluwok, mereka biasanya ada di Pulau Rambut dan Cikalang Christmas dari Australia. Dulu kami juga menemukan jenis burung Raja Udang, pernah masuk tapi ternyata ketika kami riset lagi mereka tidak termasuk burung air. Lalu ada jenis Cekakak Sungai juga,” ucap Abay.
Abay tak memungkiri, untuk mengamati kedatangan burung air secara maksimal harus dilakukan secara penuh di pekan kedua sampai ketiga di bulan Januari.
Rentang waktu ini disinyalir sebagai waktu yang digunakan untuk jenis burung air dari luar bermigrasi ke kawasan Teluk Jakarta.
“Durasi memang memengaruhi. Dari minggu kedua sampai minggu ketiga, bukan di antaranya saja. Tetapi dalam satu hari kita bisa dapat 14 jenis, kalau rutin bisa jadi menemukan jenis yang lain. Karena kan burung itu bergerak terus,” ucap dia.
Adapun masa burung air menetap masih bisa diamati sampai Mei hingga sekitar akhir Juni.
“Nanti bisa dipantau lagi ada hari Migrasi Burung Sedunia. Karena untuk mengamati jenis burung migran banyak periode waktunya, September sampai Desember misalnya untuk burung pemangsa migran, sementara burung air Mei sampai Juni masih bisa,” ucap dia.
Baca juga: Burung air sulit beradaptasi karena alam semakin rusak
Baca juga: Pegiat kehati lakukan senus burung air
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019