Penyerahan Siti dan Mattari kepada keluarga berlangsung di Kemlu pada Kamis (17/1).
Dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat, Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu RI Lalu Muhammad Iqbal menjelaskan bahwa Siti adalah korban penipuan sedangkan Mattari menjadi korban salah tangkap.
"Karena itu kita berikan pendampingan dan pembelaan semaksimal mungkin”, kata Iqbal.
Siti Nurhidayah ditangkap pada 6 November 2013 dalam penerbangan transit di Penang dari Guangzhou membawa narkotika jenis sabu.
Hasil pendalaman Tim Perlindungan WNI menguatkan keyakinan bahwa Siti adalah korban penipuan. Dalam proses persidangan, pengacara berhasil menghadirkan sejumlah saksi kunci yang mengetahui dan bersaksi bahwa Siti adalah korban.
Perempuan asal Brebes, Jawa Tangah itu kemudian dibebaskan dari semua dakwaan pada 15 November 2018.
Sementara itu, Mattari ditangkap pada 14 Desember 2016 di sebuah proyek konstruksi tempatnya bekerja di Selangor, Malaysia.
Laki-laki asal Madura itu dituduh melakukan pembunuhan terhadap seorang warga negara Bangladesh yang jenazahnya ditemukan dekat tempatnya bekerja.
Pengacara KBRI Kuala Lumpur, Gooi & Azzura, berhasil meyakinkan hakim bahwa bukti-bukti yang ada tidak memadai, khususnya karena tidak ada saksi yang melihat atau mengetahui langsung kejadian tersebut.
Pada 2 November 2018, Hakim di Mahkamah Tinggi Syah Alam membebaskan Mattari dari semua tuduhan. Namun, baru pada 8 Januari 2019, izin pemulangan Mattari diterima dari Imigrasi Malaysia.
“Selama proses hukum, KBRI selalu memberikan pendampingan kepada keduanya. Termasuk dalam bentuk memfasilitasi komunikasi dengan keluarga masing-masing”, ungkap Galuh Indriyati, staf KBRI Kuala Lumpur yang selama ini melakukan kunjungan ke penjara dalam rangka pendampingan bagi WNI yang menjalani proses hukum di wilayah kerja KBRI Kuala Lumpur.
Dalam acara serah terima, putra tunggal
Siti Nurhidayah, Muhamad Ali Al Farisi, mewakili keluarga menyampaikan terima kasih kepada pemerintah atas pendampingan dan pembelaaan yang diberikan kepada ibunya.
“Saya tidak tahu harus mengucapkan apalagi selain terima kasih kami sekeluarga atas perjuangan pemerintah membebaskan ibu saya yang korban penipuan. Semoga menjadi pelajaran bagi yang lain”, ujar mahasiswa jurusan Teknik Elektronika yang ditinggal ibunya bekerja di luar negeri saat duduk di kelas 2 SMA ini.
Sejak 2011, sebanyak 442 WNI terancam hukuman mati di Malaysia. Pemerintah berhasil membebaskan sebanyak 308 WNI dan saat ini masih ada 134 WNI terancam hukuman mati. ***2***
Baca juga: KBRI Kuala Lumpur bebaskan WNI dari ancaman hukuman mati
Baca juga: Bebas dari hukuman mati di Saudi, TKW kembali ke Indonesia
Baca juga: Bebas dari hukuman mati di Saudi, Masamah segera dipulangkan
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2019