Jakarta (ANTARA News) - Ketua Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Ririek Adriansyah menyebutkan salah satu faktor yang membuat pendapatan industri telekomunikasi menurun pada 2018 adalah tarif data internet yang tergolong murah, jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
"2018 tidak begitu menggembirakan untuk industri telekomunikasi," kata Ririek saat acara Selular Business Forum bertema "Mencari Ruang Pertumbuhan Di Tengah Ketatnya Iklim Kompetisi" di Jakarta, Kamis.
Pendapatan sektor telekomunikasi pada 2018 senilai Rp148 triliun, minus 6,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2017, industri telekomunikasi mencapai Rp158 triliun.
Kompetisi tarif layanan data menyumbang penurunan pendapatan. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tarif data yang murah dibandingkan dengan negara-negara yang sebanding.
Konsumsi data orang Indonesia per bulan pun terbilang cukup rendah, hanya 3,5GB per bulan. Malaysia mengonsumsi data 4,4GB per bulan sementara Thailand 4,0GB per bulan.
Indonesia hanya unggul dari India yang menggunakan data 2,3GB per bulan.
Dia mengharapkan tarif data yang lebih rasional untuk mendorong pendapatan industri.
"Operator bisa bertahan dengan harga yang sehat," kata dia.
Industri telekomunikasi juga membutuhkan peran pemerintah untuk menyehatkan kondisi tersebut, dukungan yang diperlukan antara lain berupa regulasi mengenai perusahaan over the top (OTT) serta kebijakan yang menjamin kelangsungan bisnis telekomunikasi.
Baca juga: Badan Pengawas Pemilu-kementerian/lembaga bentuk gugus tugas pengawasan konten internet
Baca juga: Psikolog: jangan biarkan anak akses internet di ruang pribadi
Baca juga: Peneliti dorong orang tua arahkan permainan digital anaknya
Baca juga: Kongo masih putus Internet untuk hindari "kekacauan"
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2019