berdasarkan sejumlah penelitian, minyak kelapa sawit juga dapat menghasilkan produktivitas energi yang lebih baik bila dikomparasikan dengan jumlah yang dihasilkan oleh minyak dari berbagai tumbuhan jenis lainnya

Washington DC, AS (ANTARA News) - Kelapa sawit merupakan komoditas yang esensial bagi Republik Indonesia serta sebagai salah satu sumber dari minyak yang paling ekonomis dan produktif bila dibandingkan dengan minyak dari komoditas tumbuhan lainnya seperti kedelai dan rapeseed.

"Minyak telah membantu mengangkat banyak warga dari kemiskinan dan menciptakan kalangan kelas menengah," kata Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita, dalam acara seminar sawit sebagai pemberdayaan masyarakat yang digelar di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Washington DC, Rabu waktu setempat atau Kamis WIB.

Menurut Mendag berdasarkan sejumlah penelitian, minyak kelapa sawit juga dapat menghasilkan produktivitas energi yang lebih baik bila dikomparasikan dengan jumlah yang dihasilkan oleh minyak dari berbagai tumbuhan jenis lainnya.

Berdasarkan riset peneliti dari Institute of Farm Economics, von Thunen Institute, pada tahun 2010 menunjukkan bahwa biaya produksi per ton dari rapeseed berkisar 1000-1200 dolar AS/ton di Eropa Barat, biaya produksi soybean atau kedelai adalah 800 dolar/ton di AS serta 400 dolar/ton di Argentina dan Brazil, sedangkan biaya rata-rata produksi sawit 380 dolar/ton.

Sementara data dari Badan Pengelola Dana Sawit (BPDP) menyebutkan bahwa rapeseed dan soybean masing-masing hanya menghasilkan 0,69 ton per hektare dan 0,45 ton per hektare, sedangkan sawit diketahui dapat menghasilkan 3,85 ton per hektare.

Sebagaimana diwartakan, berbagai kalangan mengungkapkan minyak sawit memiliki potensi yang besar untuk terus dikembangkan sebagai bioenergi atau bahan bakar cair di Indonesia.

Ketua Umum Ikatan Ahli Biofuel Indonesia (IKABI), Dr. Tatang Hernas S dalam diskusi "Sawit Bagi Negeri" di Jakarta, Rabu (9/1), menyatakan keberadaan minyak sawit sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan bakar minyak cair, oleh karena itu keberadaan komoditas perkebunan itu harus terus didukung oleh semua pihak.

"Potensi minyak sawit sebagai bahan bakar minyak cair, sangat besar peluangnya untuk terus dikembangkan di Indonesia," katanya.

Senada dengan itu peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Agus Kismanto, menyatakan bioenergi berbahan baku minyak sawit sangat potensial untuk terus dikembangkan sebagai bioenergi.

Sebab itu, lanjutnya, penggunaan minyak sawit sebagai bioenergi, harus terus didorong, supaya menjadi sumber energi hijau dan terbarukan.

Terkait hal itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joko Supriyono menyatakan keberadaan minyak sawit terus memberikan kontribusi besar bagi negara dan masyarakat, salah satunya melalui pengembangan industri turunan minyak sawit sebagai bioenergi, yang juga menguntungkan secara lingkungan.

"Minyak sawit harus terus dikembangkan, supaya memberikan banyak keuntungan bagi pendapatan negara, sosial masyarakat dan lingkungan yang lebih baik," katanya.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), MP Tumanggor, menjelaskan persoalan masih dihadapi industri biodiesel Indonesia, lantaran produksi masih jauh dari kapasitas industri sehingga asosiasi tersebut mendorong penggunaan konsumsi biodiesel lebih besar di Indonesia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan agar pengembangan industri kelapa sawit di suatu daerah harus memberikan manfaat positif kepada kesejahteraan masyarakat sekitar.

"Suatu usaha akan lebih langgeng dan lebih baik, apabila masyarakat sekitar merasa ikut dalam proses untuk lebih baik dan besar," katanya saat melakukan kunjungan ke Perkebunan Kelapa Sawit PT MedcoPapua Hijau Selaras di Manokwari, Papua Barat, Rabu (19/12).

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2019