Semarang (ANTARA News) - Otoritas Jasa Keuangan pada 2018 menerbitkan regulasi untuk mengendurkan aturan uang muka menjadi nol persen dalam pembelian kendaraan bermotor.

Syaratnya, kredit bermasalah (non-performing loan-NPF) pada perusahaan pembiayaan tersebut maksimal satu persen.

Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk mendorong perekonomian nasional dengan meningkatkan penjualan kendaraan bermotor.

Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah sepeda motor di Indonesia pada 2016 tercatat 105 juta unit lebih sedangkan kendaraan bermotor roda empat beragam jenis mencapai 24 juta unit lebih.

Adapun penjualan sepeda motor sepanjang 2018 sekitar 6,3 juta unit atau naik 8,3 persen dibanding tahun sebelumnya sedangkan penjualan kendaraan roda empat pada tahun sama sekitar 1,1 juta unit atau naik 7 persen dibanding 2017.

Bila data BPS selama 2 tahun terakhir itu ditambahkan dengan penjualan pada 2017 dan 2018, total kendaraan bermotor yang mengaspal di jalan lebih dari 140 juta unit (sepeda motor dan kendaraan roda empat).

Sungguh jumlah yang cukup banyak bila dibandingkan dengan pertumbuhan panjang jalan yang dibangun pemerintah setiap tahun. Karena berbahan bakar minyak, polusi yang ditimbulkan juga bakal bertambah banyak bila pertumbuhannya tidak dikendalikan.

Setelah terbit kebijakan OJK tersebut, muncul pro kontra dengan argumen beragam, termasuk dari Wakil Presiden M. Jusuf Kalla yang mengkhawatirkan beleid uang muka nol persen bakal meningkatkan risiko kredit macet.

Sejauh ini, angka kredit bermasalah pembiayaan kendaraan bermotor memang masih relatif aman, di bawah tiga persen. Oleh karena itu, ceruk pembelian kendaraan bermotor secara kredit masih bisa didongkrak lagi dengan menurunkan persyaratan uang muka (down payment).

Akan tetapi, sesungguhnya kebijakan pembiayaan otomotif nasional seharusnya beranjak satu langkah ke depan bersamaan dengan kian masifnya tekanan untuk mengurangi polusi yang dipicu oleh emisi kendaraan bermotor berbahal fosil.

Di negara-negara maju, termasuk di Korsel, Jepang, dan Tiongkok, pemerintah terus mendorong peralihan kendaraan dari berbahan fosil ke tenaga listrik yang lebih ramah lingkungan.

Kendati saat ini harga kendaraan bermotor tenaga listrik, terutama mobil, masih relatif mahal,?dalam waktu tidak terlalu lama lagi seiring dengan makin masifnya produksi kendaraan listrik, harga satuan mobil listrik bakal lebih murah.

Di Indonesia, khusus mobil bertenaga listrik memang sudah ada yang merintisnya, namun sejauh ini belum ada kepastian kapan akan diproduksi secara massal dan dipasarkan.

Namun, Gesits, sepeda motor bertenaga listrik buatan dalam negeri, siap dipasarkan pada 2019. Penampakan Gesits mengikuti model sepeda motor kekinian dan memiliki durasi pengisian baterai selama 3 jam untuk jarak tempuh sekitar 70 kilometer.

Dengan jarak tempuh sejauh itu dan waktu pengisian daya setara dengan telepon seluler, Gesits cocok diandalkan sebagai kendaraan komuter. Keunggulan itulah sehingga pada awal diperkenalkannya, Gesits mendapat respons menggembirakan.

Dengan kapasitas produksi 50 ribu unit/tahun dan masih bisa ditingkatkan menjadi 100 ribu unit setahun, Gesits, hasil kolaborasi PT Gesits Technologies Indo (GTI) dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, itu sudah menunjukkan bakal diterima oleh pasar.

"Sudah 5.000 unit pemesanan sejak pertama kita perkenalkan di ITS Surabaya 2016," kata CEO PT Gesits Technologies Indo Harun Sjech di Jakarta pada Agustus 2018.

Presiden Joko Widodo ketika mencoba sepeda motor Gesits (Garansindo Electric Scooter ITS) di halaman Istana Merdeka pada 7 November 2018 juga menyiratkan optimisme serupa.

"`Brand` dan prinsipal Indonesia bisa mendahului pertama di pasaran (sepeda motor listrik). Ini sangat bagus. Tadi saya sudah diberi tahu harganya kompetitif," kata Kepala Negara.

Sepeda motor listrik ini kabarnya bakal dilepas dengan harga di bawah Rp20 juta atau setara dengan harga sepeda motor kelas menengah berbahan bakar minyak yang banyak lalu-lalang di jalanan Indonesia.

Sebelumnya, VIAR Indonesia juga memasarkan sepeda motor listrik dengan harga di bawah Rp15 juta. Namun, sejauh ini penjualannya masih terbatas.

Dikendalikan

Prinsipal kendaraan bermotor berbahan bakar minyak selama ini sudah menikmati begitu besar pangsa pasar domestik selama puluhan tahun. Kemudahan membeli dengan cara kredit juga mememberi andil besar dalam penjualan produk mereka.

Namun, di sisi lain, tambahan penjualan jutaan kendaraan bermotor berbahan bakar minyak setiap tahun tersebut selain kian memacetkan jalan, juga menyebabkan polusi udara kian pekat di langit kota-kota besar Indonesia.

Selain itu, konsumsi BBM yang terus membesar juga menyebabkan jumlah subsidi bakan bakar kian membebani APBN.

Oleh karena itu, sudah selayaknya penjualan kendaraan bermotor berbahan bakar fosil dikendalikan, bukan malah dilonggarkan dengan memberi kemudahan uang muka nol persen.

Kebijakan uang muka nol persen seharusnya ditujukan pada kepemilikan kendaraan motor bertenaga listrik yang lebih ramah lingkungan. Bahkan, kalau perlu, pemerintah memberi insentif keringanan pajak pada komponen tertentu yang masih diimpor.

"OJK jangan hanya melihat dari sisi finansialnya tetapi juga dampak lain dari tingginya jumlah alat transportasi yang ada di jalan raya. Apalagi ini juga harus diimbangi dengan pembangunan infrastruktur," kata pengamat transportasi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Syafii.

Perusahaan "leasing" yang selama puluhan tahun menikmati keuntungan besar, sudah saatnya ikut mendorong produksi sepeda motor listrik karya anak bangsa dengan memberi fasilitas uang muka nol persen dan suku bunga kredit lebih rendah.

Baca juga: OJK klaim DP nol persen ditujukan ke sektor produktif
Baca juga: Menhub tidak setuju DP nol persen mobil dan motor

Pewarta: Achmad Zaenal M
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019