Mafianya macaam-macam, mafia impor, mafia beras oplos, mafia pupuk. Bayangkan, pupuk yang biasa kita berikan ke petani ada yang pupuk palsu
Probolinggo, Jawa Timur (ANTARA News) - Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebutkan bahwa polemik pangan di Indonesia, khususnya beras kerap dipengaruhi karena banyaknya mafia yang mengambil keuntungan.
"Mafianya macaam-macam, mafia impor, mafia beras oplos, mafia pupuk. Bayangkan, pupuk yang biasa kita berikan ke petani ada yang pupuk palsu," kata Menteri Amran usai melakukan panen jagung di Desa Randu Merak, Kecamatan Paiton, Probolinggo, Jawa Timur.
Amran mengungkapkan selama Pemerintahan Jokowi-JK, sudah banyak kasus mafia pangan yang diserahkan ke pihak Kepolisian, bahkan sejauh ini ada 15 perusahaan yang masuk daftar hitam.
Ia merinci setidaknya ada 782 perusahaan yang sedang diproses hukum dan 409 perusahaan sudah dijebloskan ke penjara. Amran mengungkapkan tidak menutup kemungkinan bahwa jumlah ini masih terus bertambah selama ada laporan dari masyarakat dan upaya penindakan dari Satgas Pangan.
Dari total tersebut, Amran menyebutkan bahwa sekitar 20 perusahaan di antaranya merupakan mafia yang memalsukan pupuk bantuan kepada petani.
"Pupuk palsu, itu kalau tidak salah ada 20-an perusahaan kami kirim penjara. Bayangkan, petani diberikan pupuk palsu, produksi petani hancur kemudian tidak mendapatkan apa-apa dan merugi," ungkap Amran.
Ia menambahkan bahwa persoalan beras seharusnya tidak lagi dipolitisasi. Ia menyinggung terkait harga beras di Indonesia yang diberitakan paling mahal. Padahal, Indonesia menempati urutan ke-81 harga beras eceran termahal di dunia
Urutan pertama beras eceran termahal adalah Jepang sebesar Rp57.678 per kilogram, sementara termurah yakni di Sri Lanka sebesar Rp7.618 per kg.
Amran pun menekankan bahwa pembangunan pertanian tidak hanya mengurus beras, akan tetapi sektor pertanian memiliki 460 komoditas yang harus dijaga stabilisasi harga setiap harinya.
Baca juga: Kementan tiga tahun berantas mafia pangan
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019