penutupan ritel bisa saja disebabkan oleh faktor internal perusahaan karena di sisi lain masih banyak perusahaan lain yang justru terus berekspansi
Jakarta (ANTARA News) - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menilai tutupnya toko ritel besar di Indonesia dikarenakan kondisi yang tidak mampu bersaing.
"Soal banyak toko tutup, itu bukan karena pasarnya (melemah), tapi tokonya yang tidak bisa bersaing," katanya dalam diskusi bertajuk "Pertumbuhan Ekonomi dan Ritel Indonesia 2019" di Jakarta, Rabu.
Aviliani menuturkan, Indonesia yang diklaim memiliki bonus demografi seharusnya tidak mengalami penurunan daya beli. Pasalnya, peningkatan kelas menengah di Tanah Air akan dapat mendorong tingkat konsumsi.
Ia menyebut penutupan ritel bisa saja disebabkan oleh faktor internal perusahaan karena di sisi lain masih banyak perusahaan lain yang justru terus berekspansi.
"Ada yang ekspansi, ada yang tutup. Berarti ada perusahaan yang tidak bisa 'survive' (bertahan). Pasarnya tidak turun," imbuhnya.
Ditekankannya, inovasi dan kreativitas ritel untuk menggaet konsumen juga dibutuhkan agar bisa bertahan di era daring seperti saat ini.
"Ada bisnis online, kalau tidak bisa 'survive', ya mati. Perusahaan-perusahaan yang puluhan tahun juga bisa mati kalau tidak berinovasi," katanya.
Walau pengalaman belanja daring sedikit mempengaruhi pola konsumsi masyarakat, tapi faktor tersebut tidak signifikan. Pola daring itu, lanjut dia, justru harus diperhatikan demi mendukung perkembangan bisnis ke depan.
"Satu lagi, perusahaan yang tidak berekosistem juga akan bisa mati karena orang sekarang maunya 'satu untuk semua'. Tidak perlu ekosistem dalam satu grup, tapi bisa kerja sama dengan perusahaan lain," tutupnya.
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2019