Jakarta (ANTARA News) - Penyedia layanan manajemen risiko Tongdun Technology menghadirkan solusi untuk membantu akselerasi pelaku bisnis fintech dalam memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh ekonomi digital melalui percepatan keuangan inklusif.
Tongdun Technology melihat pelaku bisnis fintech di Indonesia masih perlu memperkuat teknologi dan reputasi mereka untuk bisa diterima oleh para konsumen lokal.
"Fokus Tongdun ada dua, pertama menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan big data untuk selesaikan masalah soal keuangan inklusif, kedua, menggunakan teknologi untuk mencegah penipuan di internet," ujar co-founder and partner of Tongdun Technology, Jackal Ma, dalam temu media terbatas di Jakarta, Rabu.
Tongdun Technology telah memberikan pinjaman P2P (peer to peer), keuangan mikro, perbankan dan asuransi, dengan pemasaran, manajemen risiko, anti-penipuan dan solusi operasi yang cerdas.
Fintech asal China tersebut membawa konsep Cross-Industry Joint Defense, akumulasi data besar-besaran dan teknologi pemrosesan data untuk melindungi pinjaman P2P dan platform fintech keuangan mikro terhadap penipuan identitas, aplikasi palsu serta risiko.
Berbagai kasus penipuan terkait fintech yang belakangan marak muncul di Indonesia, menurut Jackal Ma, bersumber dari banyak hal. "Kadang market, kadang perusahaan, kadang pemahaman dan kendali," ujar dia.
Dia melihat bahwa penipuan terkadang berasal dari perusahaan fintech kecil yang terkadang "liar", namun itu hanya persentase kecil dari seluruh industri.
Oleh karena itu, edukasi diperlukan untuk menanggulangi masalah tersebut. Tidak hanya dari regulator, namun praktisi, menurut Jackal Ma, juga bertanggung jawab soal edukasi kepada masyarakat.
"Industri neutral, enggak negatif, enggak positif, bergantung pelaku dan edukasi masyarakat. Ada gap di masyarakat, perlu lebih banyak edukasi. Harus kasih tahu konsekuensi, hal yang perlu dan tidak boleh dilakukan," kata Jackal Ma.
"Pemerintah dan regulator harus perbanyak edukasi, juga kolaborasi dengan pelaku industri. PR jangka panjang. Kalo dilakukan dengan besar, akan bertumbuh dan berkembang dengan baik dalam jangka panjang," sambung dia.
Namun, semakin banyak perusahaan besar yang mencoba memasuki pasar fintech saat ini, menurut dia, cukup membantu untuk membuat masyarakat yakin terhadap fintech.
Dia juga melihat bahwa pemerintah telah memberi fleksibilitas yang cukup bagi perusahaan rintisan di fintech. "Perusahaan yang jadi besar bukan yang mau ambil keuntungan besar, tapi bertumbuh dengan pengguna, masyarakat," ujar Jackal Ma.
Indonesia menjadi negara pertama Tongdun melebarkan sayap. Jackal Ma tak menampik bahwa populasi dan pertumbuhan infrastruktur menjadi alasan fintech asal China tersebut masuk pasar Indonesia pada awal 2018.
Untuk masuk ke pasar Indonesia, Jackal Ma menyebut berbagai kriteria, di antaranya penetrasi pengguna internet mobile yang tinggi di Indonesia.
"Dengan pemahaman mendalam soal teknologi, bisa membantu soal keuangan inklusi dan masalah lain," kata dia.
Hingga saat ini, berbagai perusahaan telah menggunakan solusi Tongdun Technology -- 50 persen berasal dari perusahaan keuangan, seperti perbankan, sementara 50 persen lainnya berasal dari perusahaan non-keuangan seperti o2o (online to offline).
Tongdun mengatakan akan berinvestasi penuh dalam hal teknologi dan jumlah karyawan, bahkan membuat produk yang sesuai dengan kebutuhan lokal. "Kami sangat serius melihat pasar Indonesia," ujar Jackal Ma.
Baca juga: Kominfo blokir ratusan tekfin ilegal
Baca juga: BRTI akan berkoordinasi atasi tekfin ilegal
Baca juga: Menkominfo janjikan insentif bagi tekfin di daerah tertinggal
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2019