Para peninjau akan memantau gencatan senjata dan pengerahan kembali pasukan dari pihak-pihak yang bertikai, seperti yang diungkapkan sejumlah diplomat di PBB.
Sepekan setelah pembicaraan perdamaian yang disponsori PBB di Swedia pada Desember 2018, kelompok Al-Houthi yang bersekutu dengan Iran dan Pemerintah Yaman yang didukung Arab Saudi mencapai kesepakatan tentang Hodeidah, gerbang masuk utama Yaman untuk pasokan bantuan dan barang-barang komersial sekaligus tempat bergantung jutaaan warga Yaman yang berada di ambang kelaparan.
Dewan Keamanan PBB, yang beranggotakan 15 negara, bulan lalu memberikan lampu hijau bagi tim pemantau pendahulu yang dipimpin pensiunan jenderal asal Belanda Patrick Cammaert dan meminta Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyarankan operasi yang lebih besar.
Dewan Keamanan PBB berencana mengelar pemungutan suara pada Rabu atas resolusi rancangan Inggris yang meminta Guterres agar "segera" mengerahkan operasi lebih besar yang disarankan tersebut, yang akan dikenal sebagai Misi PBB untuk mendukung Kesepakatan Hudaidah (UNMHA).
Rancangan resolusi itu juga "meminta Negara Anggota, terutama negara-negara tetangga, untuk mendukung PBB seperti yang diminta bagi penerapan mandat UNMHA".
Koalisi militer pimpinan Arab Saudi ikut campur tangan dalam perang di Yaman pada 2015 guna mendukung pasukan pemerintah. PBB dan negara-negara Barat mengkritik koalisi tersebut karena banyak warga sipil yang tewas, termasuk anak-anak.
Di sisi lain, negara-negara Teluk menuduh Iran memasok senjata kepada kelompok Al-Houthi, tuduhan yang dibantah Teheran dan kelompok beraliran Syiah itu.
Resolusi Dewan Keamanan PBB membutuhkan sembilan suara dukungan dan tidak ada veto dari Inggris, Amerika Serikat, Rusia, Prancis, atau China. Sejumlah diplomat mengatakan rancangan resolusi untuk Yaman tersebut diharapkan dapat disahkan.
Dalam usul, yang diajukan ke Dewan Keamanan PBB pada 31 Desember dan dibaca oleh wartawan Reuters, Guterres menggambarkan tim yang terdiri atas 75 peninjau itu sebagai "ketangkasan yang hadir" untuk memantau kepatuhan terhadap kesepakatan serta menciptakan dan menilai fakta-fakta dan situasi di lapangan.
"Sejumlah sumber daya dan aset yang sesuai juga akan diharuskan untuk memastikan keselamatan dan keamanan personel PBB, termasuk kendaraan yang yang dilengkapi senjata, prasarana untuk komunikasi, pesawat serta dukungan medis yang sesuai," tulis Gutteres.
Menurut Gutteres, sumber daya seperti itu akan menjadi prasyarat bagi peluncuran dan kelanjutan misi secara efektif.
Gutteres mengatakan misi pemantauan yang lebih besar akan berkontribusi dalam mempertahankan "proses politik rapuh", yang kembali diluncurkan oleh utusan PBB untuk Yaman Martin Griffiths. Griffiths berniat akan menggelar satu kali lagi rangkaian pembicaraan antarpihak yang bertikai pada bulan ini.
Baca juga: PBB: Pemindahan pasukan Houthi di Hudaidah hendaknya hormati perjanjian Stockholm
Sumber: Reuters
Penyunting: Asri Mayang Sari/Chaidar Abdullah
Pewarta: Antara
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2019