Surabaya (ANTARA News) - Tim Tanggap Darurat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi mengeluarkan hasil penyelidikan gempa bumi yang terjadi di Situbondo, Jawa Timur (Jatim), dan sekitarnya yang terjadi pada 10 September 2007. Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Dr Surono, saat di konfirmasi dari Surabaya, Kamis, mengatakan bahwa lokasi pusat gempa terletak di darat pada koordinat 7.88 derajat Lintang Selatan (LS) dan 114.2 derajat Bujur Timur (BT) atau 28 km tenggara Kota Situbondo. Gempa bumi terjadi pada Senin 10 September 2007 pukul 01:36:37. Menurut BMG, gempa terjadi dengan getaran mencapai 4,9 Skala Richter (SR) pada kedalaman 100 kilometer. Sebagian besar wilayah Situbondo merupakan daerah yang tertutup oleh endapan gunungapi hasil aktivitas Gunungapi Ijen, aluvium dan endapan pantai. Batuan itu bersifat lunak, sehingga wilayah ini rentan dengan goncangan. Di bagian selatan, merupakan daerah bermorfologi perbukitan yang disusun oleh batu gamping, endapan gunungapi muda hasil aktivitas Gunung Raung serta endapan aluvium di pesisir pantai. Pola struktur geologi yang berkembang di daerah Situbondo merupakan hasil interaksi lempeng Samudra Indo-Australia yang menunjam ke bawah Lempeng Benua Eurasia. Dari hail penyelidikan, gempa bumi Situbondo ini bersumber di darat, terjadi akibat aktivitas sesar berarah barat daya-timur laut. Posisi pusat gempa secara tektonik segaris atau pada perpanjangan sebelah barat Flores Thrust yang berarah barat-timur. Ia menjelaskan, sejak gempa bumi utama terjadi, gempa susulan masih dirasakan selama tujuh hari oleh masyarakat Dusun Batu Kudung, Kecamatan Asembagus. Untuk pemantauan gempa susulan, Tim Tanggap Darurat telah memasang tiga unit seismograf di Baluran, Situbondo dan Pos Gunungapi Ijen. Dan dari hasil rekaman, ada satu gempa yang dapat ditentukan pusat gempanya, yaitu pada kedalaman 42,36 km di bawah permukaan. Menurut Surono, efek dari gempa bumi ini, telah terjadi retakan tanah sepanjang 50 meter arah, hal tersebut dapat diamati pada wilayah Batu Kudung. Selain itu juga terjadi longsoran tanah tapi dalam dimensi kecil. Akibat gempa bumi ini, 135 rumah rusak berat, lima bangunan sekolah dan 22 bangunan saran ibadah. Surono menambahkan, pihaknya mengharapkan agar lebih ditingkatkan kegiatan sosialisasi tentang bencana gempa bumi dan tsunami oleh Pemerintah daerah. Penduduk agar lebih waspada dan tetap tenang dengan kejadian gempa susulan, serta tidak mudah terpancing isu-isu yang tidak jelas sumbernya. Bagi penduduk yang bermukim di bawah tebing harus tetap waspada di musim hujan, karena tebing yang retak akibat gempa dapat terjadi longsor. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007