Yangon (ANTARA News)- Pasukan keamanan Myanmar menyerbu sebuah biara dan menahan paling tidak 100 biksu, Kamis, sehingga memperketat cengkeraman mereka setelah melakukan tindakan tegas terhadap berbagai unjukrasa massal yang menewaskan paling tidak empat orang. Para jenderal yang memerintah negara itu berusaha memperkuat kembali kekuasaan mereka setelah serangkaian demonstrasi yang dipimpin para biksu, yang kehadirannya membantu menghimpun paling tidak 100.000 orang turun ke jalan-jalan untuk melakukan protes terhadap junta. Tetapi ada protes-protes lagi Rabu, kendatipun telah dilakukan tindakan keras, sementara kemarahan publik mendidih atas tindakan itu. Para jenderal memperingatkan biksu agar menjauhkan diri dari kegiatan politik. Para saksimata mengemukakan pasukan keamanan menyerbu satu biara Rabu malam di bagian timur Yangon, kota utama negara itu, kaca jendela dipecahkan dan selongsong-selongsong peluru brceceran di lapangan, kata mereka. Paling tidak 100 biksu diduga ditahan. Beberapa orang yang melarikan diri menghindari penangkapan kembali setelah Kamis pagi dengan luka-luka di kepala mereka. Para saksimata mengatakan sebuah biara kedua diserbu, tetapi tidak ada penjelasan lain. Penyerangan itu dilakukan hanya beberapa jam setelah rejim, yang menghadapi gelombang protes terbesar dalam 20 tahun terakhir itu, bertekad akan mengakhiri demonstrasi-demonstrasi yang meletus di kota-kota di seluruh negara miskin ini. Dengan mengabaikan imbauan-imbauan masyarakat internasional agar menarik pasukannya, polisi dan pasukan keamanan memukuli para pemrotes dan melepaskan tembakan untuk menghentikan unjukrasa-unjukrasa di Yangon. Dua biksu dipukuli sampai mati dan biksu ketiga ditembak mati ketika berkelahi dengan polisi untuk merebut senjatanya, kata para pejabat senior Myanmar kepada AFP. Seorang biksu lainnya ditembak mati, kata satu sumber rumah sakit. Lebih dari 200 orang ditahan. Para pejabat Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), partai oposisi yang dipimpin Aung San Suu Kyi yang meraih kemenangan dalam pemilu tahun 1990 tapi tidak pernah diizinkan memerintah, mengatakan dua anggota senior, termasuk jurubicara Myint Thein, ditahan. Rabu adalah pertama kali para jenderal menggunakan tindakan keras sejak aksi protes pimpinan para biksu dimulai, kendatipun tidak ada tindakan keras seperti yang dilakukan tahun 1988, ketika paling tidak 3.000 orang tewas saat pihak keamanan memadamkan unjukrasa-unjukrasa. Tetapi masyarakat internasional mengecam junta, yang menguasai negara itu dan dulu bernama Burma, dalam satu bentuk atau bentuk lain sejak tahun 1962. "Prancis tidak akan menyetujui pengekangan terhadap oposisi Myanmar," kata Presiden Prancis Nicolas Sarkozy setelah bertemu dengan kepala pemerintah Myanmar di pengasingan, Sein Win, di Paris. Uni Eropa dan AS mengatakan mereka "sangat prihatin " dengan tindakan keras pemerintah Myanmar itu. Dewan Keamanan PBB mendesak junta mengizinkan satu utusan PBB mengunjungi negara itu. Ada imbauan kepada China, mitra dagang utama Myanmar dan sekutu pentingnya, untuk menggunakan pengaruhnya terhadap rejim Yangon itu. China secara terbuka mengatakan pihaknya tidak akan melakukan campu rtangan, tetapi hanya menginginkan stabilitas di negara itu. Jam tetat diberlakukan di Yangon dan kota kedua Mandalay. Jalan-jalan Yangon sepi Kamis pagi dan bus-bus penumpang menghindari lewat lokasi di mana bentrokan terjadi Rabu. (*)

Copyright © ANTARA 2007