Washington (ANTARA News) - Penutupan sebagian pemerintahan Amerika Serikat memasuki hari ke-22 pada Sabtu (12/1) tanpa ada tanda-tanda akan berakhir sehingga menjadi penutupan pemerintah federal terlama dalam sejarah AS.
Penutupan pemerintah pusat kali ini terkait dengan tuntutan Presiden Donald Trump untuk mendapatkan dana 5,7 miliar dolar AS (lebih dari Rp80,2 triliun) guna membiayai pembangunan tembok perbatasan AS-Meksiko.
Penutupan pemerintahan, yang dimulai pada 22 Desember 2018, memecahkan rekor keadaan yang sama dalam beberapa dasawarsa terakhir, yakni ketika pemerintahan AS ditutup selama 21 hari pada periode 1995-1996 di bawah kepemimpinan Presiden Bill Clinton, demikian Reuters melaporkan.
Trump, yang mengurung diri di Gedung Putih sementara Kongres berada dalam keadaan reses pada akhir pekan, memperingatkan bahwa kebuntuan itu mungkin berlanjut lebih lama dan ia menyalahkan kubu Demokrat.
"(Pemerintahan tidak akan dapat melakukan kegiatan, red) untuk waktu yang lama kecuali kalau Demokrat sudah datang dari `liburan` mereka dan kembali bekerja," cuitnya.
Demokrat mengatakan Trump menutup pemerintahan karena "mengamuk", yaitu dengan menolak menandatangani pengesahahan anggaran tahun lalu, yang tak termasuk dana yang diinginkan presiden untuk mendirikan tembok perbatasan.
Para pegawai federal, yang terkena dampak penutupan pemerintah, pada Jumat (11/1) untuk pertama kali tidak mendapat pembayaran gaji.
Keadaan itu mempertinggi kekhawatiran soal peningkatan tekanan keuangan terkait para pegawai, termasuk pengawas lalu lintas udara serta petugas keamanan bandar udara yang terus bekerja tanpa digaji.
Baca juga: Pegawai federal protes ke Gedung Putih terkait penutupan pemerintah
Sekitar 800.000 pegawai federal tak menerima gaji, yang seharusnya dibayarkan pada Jumat. Beberapa di antara mereka berusaha menjual barang-barang mereka atau meminta bantuan melalui laman-laman penggalangan dana dalam jaringan agar mereka bisa membayar berbagai tagihan.
Bandara Internasional Miami mengatakan akan menutup salah satu terminalnya dalam beberapa hari mendatang karena kemungkinan kekurangan para petugas pemindai, yang sudah meminta istirahat karena sakit. Permintaan itu berjumlah dua kali lipat dibandingkan biasanya.
Serikat ribuan petugas pengawas lalu lintas udara pada Jumat menggugat Federal Aviation Administration. Serikat mengatakan bahwa otoritas penerbangan nasional AS itu telah melanggar undang-undang federal dengan tidak membayar gaji para pegawai.
Baca juga: Trump mungkin gunakan kekuasaan darurat terkait tembok perbatasan
Kepala Dinas Keamanan AS, yang bertanggung jawab melindungi Trump, telah memperingatkan para pegawai bahwa tekanan batin karena keuangan bisa mengarah pada depresi dan kegelisahan.
"Terus awasi kemungkinan tanda-tanda ada masalah," kata Direktur R.D. "Tex" Alles dalam surat pemberitahuan yang sempat dibaca Reuters.
Trump sedang mempertimbangkan untuk menyatakan status darurat nasional. Status itu akan mengakhiri penutupan pemerintahan serta membuka peluang baginya mendapatkan dana pembangunan tembok perbatasan dengan memutus jalur Kongres.
Namun pada Jumat, Trump mengatakan ia tidak akan mengambil langkah seperti itu "sekarang".
Baca juga: Dampak penutupan pemerintahan AS: dari toilet hingga pengadilan
Status darurat nasional akan memungkinkan Trump untuk mengalihkan dana dari proyek-proyek lainnya untuk membiayai pembangunan tembok perbatasan, yang merupakan janji utamanya pada kampanye Pemilihan Presiden AS 2016.
Pada awalnya, Trump menjanjikan bahwa Meksiko akan membayar biaya pembangunan tembok, yang dikatakannya akan membendung aliran imigran gelap dan obat-obatan terlaran. Namun, Meksiko tidak mau membiayai proyek tersebut.
Departemen-departemen pemerintahan yang mengalami penutupan antara lain Keuangan, Energi, Perdagangan dan Luar Negeri. Kegiatan mereka ditutup mulai 22 Desember.
Adapun anggaran untuk beberapa lembaga pemerintahan, termasuk Departemen Pertahanan serta Kongres telah disetujui sehingga lembaga-lembaga tersebut bisa beroperasi seperti biasa.
Penyunting: Tia Mutiasari/Eliswan Azly
Pewarta: Antara
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019