Jakarta (ANTARA News) - Pebalap sepeda junior Angga Dwi Wahyu Prahesta muncul sebagai talenta muda balap sepeda Indonesia setelah merebut tiga medali di ajang Asian Track Championship 2019 yang digelar di Jakarta International Velodrome 8-13 Januari.
Kejuaraan balap sepeda track di tingkat Asia itu sebenarnya digunakan sebagai ajang menimba pengalaman para pebalap-pebalap junior nasional, namun Angga Prahesta berhasil mencuri perhatian setelah merebut satu medali emas dari nomor scratch race pada Kamis malam (10/1).
Prahesta unggul dari atlet India Venkappas Kengalagutti dan atlet Taiwan Chih Sheng Chang yang berurutan berada di peringkat dua dan tiga.
"Persiapan saya hanya dua pekan sejak pertengahan Desember 2018. Saya tentu sangat bangga sekali bisa mendapatkan medali emas karena perlombaan sangat ketat," kata Prahesta.
Baca juga: Angga Dwi Wahyu Prahesta raih perunggu nomor points race
Dengan persiapan yang minim, atlet kelahiran Lumajang, 15 Agustus 2001 itu, juga baru kali ini turun di balapan track.
Sebelum menekuni balapan track, Prahesta adalah pebalap yang memiliki spesialisasi di balapan sepeda gunung downhill dan balap jalanan.
Di ATC 2019, Prahesta turun di nomor balapan "endurance" atau ketahanan seperti seperti scratch, points race dan omnium.
Pada Sabtu, Prahesta kembali naik podium dengan medali perunggu di nomor points race.
Point race adalah versi balapan Nascar-nya sepeda. Dengan format 15 km untuk junior, pebalap melakuan sprint untuk meraih poin di setiap 10 lap yang ditandai dengan bel.
Poin, berturut-turut lima, tiga, dua dan satu, akan diberikan kepada empat pebalap pertama yang menyelesaikan sprint terdepan.
Besaran poin akan digandakan di sprint terakhir di penghujung balapan. Pebalap pun bisa meraih 20 poin tambahan jika melakukan "overlap" para pebalap lainnya.
Pebalap yang memiliki poin terbanyak keluar sebagai pemenang
Di balapan sepanjang 60 putaran itu, Prahesta mampu mengumpulkan poin 10 untuk menempatkan dirinya di peringkat tiga.
Pebalap Thailand Thak Kaeonoi keluar sebagai juara dengan 34 poin, diikuti pebalap Malaysia Abdul Azim Aliyas di peringkat dua dengan 31 poin.
Baca juga: Panduan menikmati balap sepeda track di Velodrome
Di hari terakhir kejuaraan, stamina Prahesta pun diuji ketika turun di nomor Omnium. Disiplin ini adalah decathlonnya balap sepeda yang terdiri dari empat hingga enam balapan.
Pada ACT 2019, Omnium menggunakan format empat balapan: scratch, tempo, elimination dan points race yang mana para pebalap harus mengumpulkan poin sebanyak-banyaknya dari empat balapan itu untuk menjadi juara.
Prahesta memiliki peluang meraih medali emas hingga balapan keempat yaitu point race sebelum kecolongan pebalap Kazakhstan Danill Pekhotin.
Point race adalah versi balapan Nascar-nya sepeda. Dengan format 20 km untuk junior, pebalap melakuan sprint untuk meraih poin di setiap 10 lap yang ditandai dengan bel.
Poin, berturut-turut lima, tiga, dua dan satu, akan diberikan kepada empat pebalap pertama yang menyelesaikan sprint terdepan.
Besaran poin akan digandakan di sprint terakhir di penghujung balapan. Pebalap pun bisa meraih 20 poin tambahan jika melakukan "overlap" para pebalap lainnya. Pebalap yang memiliki poin terbanyak keluar sebagai pemenang.
Angga sempat memimpin lomba hingga sprint ke tujuh, namun di 10 lap terakhir Pekhotin melancarkan serangan dan berhasil menyusul di belakang rombongan utama untuk melakukan overlap demi poin ganda di sprint terakhir.
"Balapan terakhir yang paling berat," kata Prahesta usai lomba.
Angga mengakui strategi dia sudah berjalan dengan baik, namun mengaku kecolongan oleh pebalap Kazakhstan.
"Sesuai ekspektasi tapi karena Kazakhstannya kabur, makanya hancur. Sebenarnya Kazakhstan tidak boleh sampai lepas," kata Prahesta.
Prahesta mengumpulkan total poin 129 di balapan yang terdiri dari empat nomor itu.
Kazakhstan memimpin dengan 133 poin. Sementara itu medali perunggu nomor Omnium junior diraih pebalap Chinese Taipe Chih Sheng Chang dengan 116 poin.
"Pengalaman saya yang kurang, kalau tenaga semua sama mungkin," kata Prahesta.
Baca juga: Kecolongan Kazakhstan, Angga Prahesta harus puas dengan perak Omnium Junior
Pelatih kepala timnas sepeda Indonesia Dadang Haris Purnomo pun terkejut sekaligus terkesan dengan performa Prahesta di ATC 2019.
Akhir tahun lalu PB ISSI mengirim Prahesta untuk berlatih di UCI World Cycling Satellite Center di India.
"Hasilnya bagus di sana, setelah itu kita lakukan seleknas junior untuk persiapan ini (ATC 2019) juga," kata Dadang.
Di tengah absennya perolehan medali dari para pebalap elit nasional yang turun di nomor endurance, talenta Prahesta lah yang paling kentara.
"Kalau kita bicara kualitas, dia baru menunjukkan sebuah talenta, kalau kita lihat kualitas untuk turun di elit, dia masih butuh proses lagi. Tahun depan dia sudah 19 tahun... Saya sebagai pelatih jujur Angga pun kalau turun tahun depan di elit belum siap, perlu pengalaman lagi yang lebih banyak," kata Dadang.
Manajer timnas sepeda Indonesia Budi Saputra juga cukup puas dengan penampilan Prahesta kali ini.
"Ini sudah hasil yang sangat bagus dan ke depannya mungkin Hesta akan lebih fokus lagi di nomor track endurance ini," kata Budi.
Setelah turun di kejuaraan balap sepeda track untuk pertama kalinya, Prahesta pun berharap bisa mengikuti pemusatan latihan lagi dan kejuaraan lainnya.
"Pengen lebih maju lagi ke lomba yang lebih tinggi lagi," kata Prahesta.
Baca juga: Tim paracycling Indonesia boyong sembilan medali ATC 2019
Baca juga: Kenalkan "senjata" baru M. Fadli di trek velodrome
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2019