Memang yang paling maju nikel, yang nomor dua ada potensi bauksit, besi, tembaga, timbal, seng masih kecil-kecil, zirkon tidak begitu besar, mangaan kecil-kecil,

Jakarta (ANTARA News) - Pertumbuhan pembangunan fasilitas pengolahan pemurnian mineral atau smelter sepanjang 2018 masih didominasi oleh tambang nikel.

Pembangunan smelter dari tahun 2014 sampai dengan saat ini total mencapai 27 unit, berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, menyatakan bahwa sebagian dari jumlah tersebut sudah beroperasi penuh.

Bambang menambahkan saat ini smelter nikel merupakan yang terbanyak dengan jenis produk seperti fero nikel, nikel matte dan nikel pig iron. "Memang yang paling maju nikel, yang nomor dua ada potensi bauksit, besi, tembaga, timbal, seng masih kecil-kecil, zirkon tidak begitu besar, mangaan kecil-kecil," jelas Bambang.

Smelter nikel sendiri tersebar di berbagai daerah di Indonesia, yang terbesar saat ini adalah smelter milik PT Vale Indonesia yang berada di Sorowaku, Sulawesi Tengah.

Kapasitas input mencapai 8.000.000 ton per year (tpy) yang menghasilkan nikel matte berkapasitas 80.000 tpy. Disusul oleh smelter milik Indonesia Guang Ching Nikel and Stainless Steel yang terdapat di Morowalu Sulawesi Tengah berkapasitas 7.500.000 tpy.

Pada tahun 2018 sendiri ada dua smelter yang dibangun, jumlah ini sesuai dengan target yang telah di tetapkan. Smelter tersebut dibangun oleh PT Virtue Dragon Nickel Industry dan PT Bintang Smelter Indonesia.

Ditjen Minerba Kementerian ESDM mencatat, produksi mineral tertinggi pada tahun 2018 adalah produk olahan nikel yang mencapai 744.751 ton disusul perak 285.290 ton, katoda tembaga 233.099 ton.

Baca juga: CEO Freeport targetkan pembangunan smelter selesai dalam lima tahun

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2019