pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang berdasarkan catatan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) ada sekitar atau juta orang yang ditahan di kamp ituJakarta (ANTARA News) - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Almuzzammil Yusuf mengatakan penderitaan Muslim Uighur yang berada di Provinsi Xinjiang, China, lebih dibandingkan penderitaan Muslim di Palestina.
"Penderitaan Muslim Uighur lebih berat daripada Palestina. Di Palestina, Israel masih membolehkan beribadah menjalankan shalat maupun puasa, tapi di China tidak," ujar Almuzzammil dalam konferensi pers yang diselenggarakan Aksi Cepat (ACT) di Jakarta, Sabtu.
Ia mengatakan Israel tidak melarang adanya Alquran di rumah ataupun yang berbasis aplikasi. Kondisi itu berbeda dengan yang terjadi di Xinjiang yang mana, Muslim Uighur yang memiliki Alquran di rumahnya atau di ponsel maka dibawa ke kamp penahanan.
Pemerintah China beralasan bahwa kamp tersebut merupakan kamp pelatihan keahlian, padahal kata Muzammil kamp tersebut merupakan penahanan yang mana para tahanannya dicekoki paham komunis.
"Telah terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang berdasarkan catatan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) ada sekitar atau juta orang yang ditahan di kamp itu. Tapi kami yakin lebih dari itu," tambahnya.
Dia meminta agar Pemerintah Indonesia meminta kejelasan tentang kamp itu pada pemerintah China karena itu merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang luar biasa beratnya.
"Israel tidak melarang Muslim Palestina untuk shalat atau menjalankan ibadah yang lain. Tapi di China malah dilarang. Kami meminta agar pemerintah untuk meminta kejelasan pada pemerintah China," cetus dia.
Ketua Majelis Nasional Turkistan Timur (Uighur), Seyit Tumturk, mengatakan selama ini pemerintah China mengingkari adanya kamp itu. Namun setelah adanya desakan PBB dan Ini Eropa, mereka kemudian mengakuinya.
Begitu juga ketika masyarakat Indonesia melakukan aksi, Duta Besar China di Indonesia langsung mendatangi ormas-ormas Islam untuk memberikan penjelasan. "Diperkirakan ada sekitar tiga juta Muslim Uighur yang ditahan," kata Tumturk.
Tak hanya orang dewasa, anak-anak Muslim Uighur juga dicekoki dengan ajaran komunis. Sejak kecil , anak-anak Muslim Uighur diajarkan berbahasa, berpakaian, dan berperilaku seperti layaknya orang China.
"Sekitar 90 persen masjid di Xinjiang sudah dihancurkan. Hanya sedikit yang dibolehkan berdiri," kata Tumturk.
Juru Bicara Amnesti Internasional Indonesia, Haeril Halim, mengatakan apa yang terjadi di Xinjiang merupakan pelanggaran hak asasi.
"Mereka dibawa kamp, tidak bisa berkomunikasi, jika ketahuan berkomunikasi maka akan mendapatkan tindak kekerasan," kata Haeril.
Amnesti Internasional mendapatkan laporan dari diaspora Muslim Uighur yang melaporkan hilangnya keluarga mereka di Xinjiang. Haeril mensinyalir bahwa terjadi juga pemantauan komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah China.
"Selama ini kami kesulitan untuk masuk langsung ke Xinjiang, karena memang dibatasi oleh pemerintah China. Kami berharap diperbolehkan akses indipenden, bukan seperti yang terjadi saat ini yang mana pejabat maupun media difasilitasi ke kamp Xinjiang oleh pemerintah China. Kalau seperti itu kesulitan mencari fakta sebenarnya," kata Haeril lagi.
Baca juga: Ma'ruf harap pemerintah China perlakukan Muslim Uighur dengan baik
Baca juga: ACT desak pemerintah sikapi tindakan China terhadap etnis Uighur
Pewarta: Indriani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019