BBIHP Makassar merancang alat untuk pemantauan kualitas udara ambien, yang disebut 'digital impinger'
Jakarta (ANTARA News) - Balai Besar Industri Hasil Perkebunan (BBIHP), salah satu unit pelaksana teknis (UPT) di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian, memanfaatkan teknologi berbasis internet dalam penelitiannya untuk menghasilkan alat pemantauan kualitas udara (digital impinger).
Upaya ini sesuai dengan implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0 dalam menciptakan inovasi guna mendongkrak daya saing industri nasional.
"Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat terutama dalam bidang elektronika dan internet. Dengan memanfaatkan teknologi tersebut, BBIHP Makassar merancang alat untuk pemantauan kualitas udara ambien, yang disebut digital impinger," kata Kepala BPPI Kemenperin Ngakan Timur Antara lewat keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Alat ini berbasis teknologi internet of things (IoT).
Menurut Ngakan, secara umum digital impinger terdiri dari komponen seperti tranduser sensor-sensor gas, pompa-pompa vakum, sensor kecepatan alir gas, perangkat transfer data (Wifi atau modem), yang terhubung ke mikrokontroller.
"Pengoperasian digital impinger ini lebih mudah dan dapat juga dioperasikan melalui smartphone," ungkapnya.
Selain itu, pengaturan kecepatan alir pompa-pompa vakum dan waktu operasional lebih akurat.
Secara berkala, digital impinger akan mengirimkan data melalui jaringan internet seperti Wifi atau modem ke server. Kemudian data ini dapat dilihat pada komputer PC, laptop, atau smartphone.
"Data dari digital impinger yang dikirim ke server akan disimpan dalam database. Data ini dapat diakses dan ditampilkan sesuai kebutuhan kapan pun dan di mana pun. Data juga dapat dikalkulasi ulang dan dibuat secara statistik dalam bentuk grafik atau format lain," paparnya.
Ngakan mengemukakan, digital impinger, yang dibuat oleh tim peneliti BBIHP Makassar ini dilengkapi empat sensor yakni NH3, O3, H2S, dan CO.
Alat ini dapat juga dioperasikan sebagai impinger manual, karena BBIHP telah merancang tempat atau instalasi untuk botol-botol impinger sebanyak empat buah untuk mengantisipasi pengujian gas-gas lain yang belum memiliki sensor, seperti gas belerang oksida (SOx), nitrogen oksida (NOx), dan lain-lain. Namun pengoperasiannya tetap menggunakan smartphone.
"Sebagai perbandingan, alat uji udara ambien yang hanya memiliki sensor dengan fungsi yang sama di pasaran saat ini mempunyai harga tidak kurang dari Rp150 juta. Namun perlu dicatat juga bahwa alat ini tidak bisa dioperasikan sebagai impinger manual karena tidak memiliki tempat pemasangan botol-botol impinger. Jadi hanya bisa mengukur kualitas udara ambien sesuai dengan sensor yang dimiliki," jelasnya.
Udara ambien merupakan udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang dibutuhkan dan dapat memengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya.
Untuk mendapatkan udara ambien yang berkualitas baik, perlu dilakukan monitoring dan pengendalian pencemaran udara. Hal ini juga dibutuhkan oleh industri dalam mendukung proses produksinya.
"Artinya, kami juga mendorong perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia untuk menerapkan standar industri hijau," ujarnya.
Apalagi, Kemenperin bertekad untuk terus mendorong sektor industri manufaktur di Indonesia agar semakin meningkatkan kegiatan yang terkait dengan circular economy.
Pengukuran kualitas udara ambien dalam rangka monitoring tersebut bertujuan untuk mengetahui konsentrasi zat pencemar yang ada di udara.
Data hasil pengukuran tersebut sangat diperlukan untuk berbagai kepentingan, di antaranya untuk mengetahui tingkat pencemaran udara di suatu daerah atau untuk menilai keberhasilan program pengendalian pencemaran udara yang sedang dijalankan.
Baca juga: Bekasi cek kualitas udara di jalan-jalan protokol
Baca juga: Aturan baku mutu udara sudah harus direvisi menurut kelompok lingkungan
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019