Jakarta (ANTARA News) - Mantan Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Muhammad Jacob Dasto, menolak bertanggung jawab atas adanya surat keputusan yang menyebabkan adanya nilai ganda dalam biaya pengurusan dokumen keimigrasian sejak 1999 hingga 2005. Hadir sebagai saksi dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Rabu, ia mengatakan surat keputusan yang ia tandatangani pada 20 Juli 1999 atau 10 hari sebelum mengakhiri tugasnya sebagai Dubes di Malaysia itu tidak mencantumkan nilai ganda tersebut. "Saya tidak merasa bertanggung jawab karena saya tidak merasa menandatangani surat yang nilainya berbeda," katanya dalam persidangan dengan terdakwa Mantan Dubes RI untuk Malaysia Hadi A Wayarabi dan Kabid Imigrasi KBRI Kuala Lumpur Suparba. Jacob menjelaskan latar belakang dikeluarkannya SK nomor 021 itu adalah karena adanya perubahan nilai tukar ringgit dan dolar yang agak besar sehingga Kabid Imigrasi KBRI Kuala Lumpur saat itu, Suparba, menyarankan agar dikeluarkan SK tersebut. "SK itu isinya mengatur penarikan biaya pengurusan dokumen keimigrasian dan mulai berlaku pada 7 Agustus 1999, saya meminta Kabid Tata Usaha untuk membuat konsepnya," kata Jacob. Ia menambahkan saat menandatangani SK tersebut ada delapan rangkap dan tidak melakukan pemeriksaan secara teliti halaman demi halaman. "Saya tidak lakukan itu karena saya percaya pada kapabilitas bawahan saya. Jadi hanya baca sepintas saja," tegasnya. Menanggapi keterangan saksi, terdakwa I Hadi A Wayarabi mempertanyakan mengapa tidak ada paraf Jacob dan staf terkait dalam setiap lembaran surat keputusan itu. Ia juga mempertanyakan mengapa Jacob tidak meneliti kop surat dan stempel yang seharusnya digunakan dalam pembuatan SK itu. Sementara terdakwa II Suparba menilai keterangan saksi tidak benar bahwa selama menjabat sebagai Dubes sejak 1995 hingga 1999, ia baru satu kali mengeluarkan SK. "Saya pernah melihat ada SK sebelumnya dan untuk konsep SK yang nomor 021 saya melihat dari SK sebelumnya," kata Suparba. Ia juga menyatakan bahwa Jacob pernah mengatakan padanya agar melanjutkan apa yang sudah dilakukan Kabid Imigrasi sebelumnya dan agar mengawal pelaksanaan SK 021 yang telah ditandatangani. Menanggapi keberatan dan pertanyaan itu, Jacob menyatakan tetap dalam keterangannya yaitu hanya menandatangani SK pungutan pengurusan dokumen keimigrasian sesuai dengan ketentuan yang ada. Dalam persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Duta Besar RI untuk Malaysia Hadi A Wayarabi Al Hadar melakukan korupsi biaya kepengurusan dokumen keimigrasian di KBRI Kuala Lumpur sepanjang 2000 hingga 2003. Dipaparkan, terdakwa I Hadi dan terdakwa II Suparba W Amiarsa selaku mantan Kabid Imigrasi KBRI Kuala Lumpur tidak menyetorkan sebagian pendapatan negara bukan pajak dari biaya pengurusan dokumen itu kepada kas negara. "Hal itu menyebabkan negara dirugikan sebesar RM 6,097 juta akibat sebagian pungutan tersebut tidak disetorkan," kata JPU Suwardji saat membacakan surat dakwaan setebal 13 halaman. Keduanya dinilai melanggar hukum sesuai Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) kesatu Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana pada dakwaan pertama. Selain itu pada dakwaan kedua, Hadi A Wayarabi dan Suparba dinilai melanggar hukum sesuai Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) kesatu jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Majelis hakim yang diketuai Mansyurdin Chaniago akan melanjutkan sidang pada Rabu (3/10) pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007