Petualangan pewarta muda di tempat yang dulu koloni Belgia itu adalah cerita pertama Tintin yang dijadikan serial oleh seniman Herge.
Cerita itu dirilis ulang dengan versi digital remastered berwarna untuk merayakan 90 tahun sejak karakter kartun strip itu pertama kali muncul di surat kabar Brussels pada 1929.
Penerbit menolak pendapat bahwa cerita, yang menampilkan karakter orang Afrika gendut, berkulit hitam dengan bibir merah dan mengenakan cawat, itu bermasalah.
"Dialog itu paling penting dan pekerjaan dekonstruksi, dekolonisasi juga sama penting," kata Robert Vangeheberg, Kamis (10/1), seperti dikutip Reuters.
Meski demikian, seorang komikus Kongo bernama Barly Baruti, mengatakan pada Reuters bahwa penerbitan ulang karya tersebut saat kelompok nasionalis dan rasis sedang menggelora di Eropa patut dipertanyakan.
"Kita harus bertanya pada diri sendiri apakah itu momen yang tepat," katanya.
Edisi pertama buku "Tintin in the Congo" pada 1946 menampilkan Tintin dan anjing setianya Snowy bergulat dengan penyelundup berlian.
Pengadian Belgia menolak permintaan pegiat Kongo satu dekade lalu untuk melarang buku tersebut. Para hakim mengatakan komik itu mencerminkan sikap kolonial saat itu dan tak ada bukti bahwa Herge --yang meninggal pada 1983 ketika berusia 75 tahun-- punya pandangan rasis.
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2019