Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah Rabu pagi menguat mendekati level Rp9.100 per dolar AS, setelah para pelaku kembali membeli rupiah dan melepas dolar AS akibat munculnya kekhawatiran melemahnya indikator ekonomi AS. Nilai tukar rupiah naik menjadi Rp9.135/9.145 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.165/9.182 per dolar AS atau meningkat 30 poin. Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib, di Jakarta, mengatakan aktifnya investor asing bermain di instrumen pemerintah merupakan faktor pendukung yang mendorong rupiah menguat. Rupiah diperkirakan akan bisa mencapai level Rp9.100 per dolar AS pada pekan ini, apalagi dolar AS di pasar regional melemah, katanya. Kenaikan rupiah, lanjut Kostaman, sebenarnya sudah dapat diterka, setelah pada hari sebelumnya melemah akibat aksi profit-taking yang dilakukan pelaku lokal untuk mencari untung. Namun koreksi harga terhadap rupiah hanya sementara saja, karena pasar cenderung mendukung pergerakan rupiah untuk menguat lebih lanjut, ucapnya. Dikatakannya, rupiah apabila tidak ada hambatan diperkirakan akan bisa mencapai level Rp9.000 per dolar AS. Pada level itu rupiah diperkirakan akan mengalami koreksi harga melihat kenaikannya yang sudah cukup tajam. Namun bisa saja rupiah itu terus menguat, karena pelaku asing masih khawatir dengan kelanjutan dari dampak subprime mortgage (gagal bayar kredit sektor perumahan di AS) yang masih belum selesai, katanya. Menurut dia, pasar saat ini didominasi aksi beli rupiah yang makin ramai, karena itu kenaikan rupiah pada sore nanti diperkirakan akan berlanjut. "Kami optimis rupiah akan menguat pada sore nanti, apalagi minat investor asing menempatkan dananya di Indonesia makin kuat, seiring dengan timbulnya kepercayaan mereka bahwa ekonomi Indonesia semakin tumbuh dengan baik," ucapnya. Sementara itu, dolar AS di pasar regional turun 0,15 persen menjadi 114,60 yen, euro diperdagangkan pada 162,15 yen. Turunnya dolar AS, karena aksi lepas terhadap mata uang lokal itu cukup kuat, akibat keyakinan mereka bahwa sektor perumahan dan keyakinan konsumen melemah, katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2007