Jakarta (ANTARA News) - Penyidik KPK, Novel Baswedan, menegaskan, petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro, ditangkap KPK bukan karena ada daftar merah (red notice) tetapi menggunakan cara lain.
"Eddy Sindoro tidak ditangkap berdasarkan red notice, Eddy Sindoro ditangkap saat mabes Polri masih memproses red notice, red notice tidak pernah digunakan untuk penangkapan Eddy Sindoro," kata Baswedan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis.
Ia menjadi saksi untuk terdakwa Lucas yang didakwa membantu pelarian Sindoro selaku terdakwa dugaan tindak pidana korupsi memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait dengan pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sejak 2016.
Sindoro diketahui sudah berada di luar negeri sejak April 2016 saat masih berstatus sebagai saksi dalam perkara penyuapan kepada panitera PN Jakarta Pusat. Ia lalu berpindah-pindah negara hingga akhirnya menyerahkan diri ke penyidik KPK pada 12 Oktober 2018 di Singapura.
Baswedan adalah koordinator tim penyidik dalam penyidikan untuk tersangka Sindoro maupun Lucas.
"Ada beberapa cara yang ditempuh KPK, tidak semata-mata red notice saja karena keberhasilan 'red notice' kecil tapi di KPK ada cara lain yang ternyata lain lebih tinggi keberhasilannya, saya sudah beberapa kali melakukan penangkapan di luar negeri tanpa red notice misalnya dengan bekerja sama dengan KPK di negara lain," kata dia.
Daftar merah sendiri adalah permintaan untuk menemukan dan menahan sementara seseorang yang dianggap terlibat dalam kasus kriminal. Namun status seseorang tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Untuk menerbitkan daftar merah ini, polisi dari negara anggota Interpol akan lebih dulu mengirimkan permintaan pencarian dan penangkapan seorang tersangka.
"Eddy Sindoro ditetapkan sebagai tersangka sejak November 2016, kami melakukan pemanggilan ke yang bersangkutan tapi tidak datang karena sedang di luar negeri, lalu kembali lagi dipanggil pada Maret 2017 tapi tidak hadir dan tidak mau hadir karena berada di luar negeri," kata Baswedan.
Pada November 2016 itu juga KPK mendapat rekaman pembicaraan Sindoro dengan Lucas yang menunjukkan Sindoro tidak mau pulang dan Lucas memberikan saran dan masukan untuk tidak pulang.
"Selanjutnya kami dapat info sekitar September 2018 bahwa Eddy pernah dideportasi dari Malaysia ke Indonesia, tim penyidik lalu mengecek data perlintasan imigrasi kemudian data tidak ditemukan lalu kami melakukan penyidikan ke CCTV bandara, ternyata ada pihak-pihak yang membantu Eddy tidak masuk ke Indonesia sehingga kami tidak bisa melakukan pemeriksaan kepada yang bersangkutan," kata Baswedan.
Akhirnya KPK pun menyampaikan permintaan pencarian orang ke Bareskrim untk memasukkan Eddy ke Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Eddy saat menjadi saksi juga sudah dua kali pada April 2016 dan akhir 2016 dan kami juga mencegah ke yang bersangkutan setelah menjadi tersangka pada 2018," kata Baswedan.
Setelah mengetahui adanya keinginan Eddy Sindoro untuk pulang ke Indonesia tapi tidak masuk ke batas imigrasi.
"Kami melakukan penyidikan ke terdakwa (Lucas) dan kami mendapat info bahwa Eddy mau menyerahkan diri, kami dibantu KBRI Singapura dan melakukan penangkapan untuk diperiksa di Jakarta," kata dia.
Pewarta: Desca Natalia
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019