"Kalau (fitnah) itu berpengaruh tidak mungkin elekebilitas Jokowi melenggang naik di atas 50 persen," kata pengamat politik UIN Jakarta, Adi Prayitno, di Kantor Perkumpulan Gerakan Kebangsaan, Jakarta Selatan, Kamis.
Pernyataan dia merujuk pada hasil survei Indikator Politik Indonesia yang menyebutkan elektabilitas Jokowi-KH Ma'ruf Amin berada di angka 54,9 persen, sementara Prabowo-Sandi 34,8 persen.
Dia katakan, berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, terdapat 62 konten berita hoaks di media sosial.
"Dari data hoaks tersebut, 99 persen menyerang Jokowi," katanya.
Menurut dia, tidak mungkin ormas keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, Persis dan ormas keagamaan lainnya berdiam diri jika status "fitnah" yang dilekatkan kepada Jokowi benar adanya.
"Tuduhan Jokowi komunis, anti Islam, mengkriminalisasi ulama, dan antek Cina adalah hoaks belaka. Hoaks yang disebarkan s
Ia menambahkan, dengan gencarnya berita hoaks yang tersebar di media sosial saat ibu sudah mengkhawatirkan. Bukan saja dalam pelaksanaan Pilpres 2019, tapi berbahaya bagi demokrasi ke depannya.
"Kalau dibiarkan berlarut, maka negara ini bisa hancur karena banyak fitnah, ujaran kebencian dan lainnya. Oleh karenanya, masyarakat harus berhati-hati terhadap setiap informasi yang diterima di media sosial. Masyarakat harus 'check and re-check' informasi yang diperolehnya," ujarnya.
Di tempat yang sama, Ketua DPP Perkumpulan Gerakan Kebangsaan Bidang Riset dan Kajian Stategis, Karyono Wibowo, mengatakan, maraknya hoaks menjelang pelaksanaan Pilpres ini berdampak terhadap elektabilitas kedua pasangan calon.
"Hoaks yang disebarkan selama ini berpengaruh terhadap elektabilitas Jokowi-Ma'ruf. Memperlambat kenaikan Jokowi-Ma'ruf, bahkan cenderungya 'stag'. Walaupun ada kenaikan, tetapi tidak signifikan. Begitu juga dengan Prabowo-Sandi," kata Karyono.
Pengaruh terbesar dari dampak hoaks ini, kata direktur Eksekutif Indonesian Public Institute ini, adalah menguatkan swing voters dan under sited voters.
"Akibat hoaks ini pemilih ngambang ini tetap masih tinggi. Mereka bingung akan kebenaran informasi yang didapat di media sosial," kata dia.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019