Jakarta, (ANTARA News) - Sektor Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) mulai digenjot pemerintah untuk mengejar ketertinggalan dari negara lain. Selain itu demi mengurangi ketergantungan dengan energi fosil berbagai hal mulai dibuat inovasinya.

Apa saja capaian EBTKE pada 2018?

Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Rida Mulyana telah menyampaikan capaian kinerja subsektor EBTKE hingga akhir tahun 2018 dan outlook subsektor EBTKE pada tahun 2019.

Rida mengungkapkan bahwa realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari subsektor EBTKE mencapai Rp 2,280 triliun, atau 326 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN 2018 sebesar Rp 700 miliar.

"Target PNBP yang telah ditetapkan pada APBN tahun 2018 sebesar Rp 700 miliar, tapi alhamdulillah PNBP yang telah dicapai di tahun 2018 tidak kurang dari Rp 2,28 triliun. Ini cukup membanggakan. Untuk selanjutnya (tahun 2019) target yang diketok oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ada kenaikan Rp 180 miliar (menjadi Rp 880 miliar)," kata Rida.

Sementara, lanjut Rida, lebih dari 90 persen anggaran yang dimiliki oleh Ditjen EBTKE pada tahun 2018 digunakan untuk kepentingan masyarakat, yakni untuk pembangunan infrastruktur EBT.

"Tahun 2018 anggaran yang kita kelola sebesar Rp 1,72 triliun. Itu 95 persennya itu ditujukan untuk rakyat, dalam bentuk Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE), penyediaan listrik off grid di daerah yang masih terisolasi, ada juga pembangunan Penerangan Jalan Umum (PJU) yang berbasis tenaga surya, dan pemanfaatan bioenergi," terang Rida.

Salah satu program yang ditujukan untuk rakyat adalah pembagian LTSHE untuk masyarakat yang bertempat tinggal di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T). Pada tahun 2018, Ditjen EBTKE telah membagikan 172.996 unit LTSHE di 16 provinsi. Jumlah tersebut, apabila ditambahkan dengan 79.556 unit LTSHE yang didistribusikan pada tahun 2017, telah melistriki total sebanyak 2.828 desa. Untuk tahun 2019, target LTSHE yang dibagikan adalah sebanyak 98.481 unit.

Selain itu, hingga akhir tahun 2018, kapasitas pembangkit EBT terus meningkat. Kapasitas terpasang pembangkit panas bumi telah mencapai 1.948,5 Megawatt (MW), tambahan 140 MW adalah dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Karaha 1 (30 MW) dan PLTP Sarulla (110 MW). Untuk PLTS dan PLTMH, pada akhir tahun 2018 mencapai 331,8 MW.

Di samping itu, telah beroperasi pula PLTB Sidrap dengan kapasitas 75 MW dan PLTB Jeneponto sebesar 72 MW siap beroperasi. Untuk kapasitas terpasang pembangkit bioenergi telah mencapai 1.858,5 MW, terdiri dari PLT Biomassa, Biogas, PLT Sampah, dan Biofuel.

Rida juga mengungkapkan bahwa penurunan emisi CO2 melebihi target dengan realisasi sebesar 43,8 juta ton dan penghematan energi 2015 sampai dengan 2018 mencapai 31.011 GWH atau setara dengan Rp 31,8 triliun.

Tak ketinggalan, sebanyak lima regulasi dan sembilan perizinan dicabut serta 10 Peraturan Menteri ESDM dihasilkan guna memudahkan investasi subsektor EBTKE.

Outlook 2019

Sementara itu, untuk outlook 2019, subsektor EBTKE menargetkan peningkatan peran pentingnya dalam PNBP nasional dengan target capaian PNBP sebesar Rp 0,88 triliun. Ditjen EBTKE juga akan berupaya meningkatkan kemampuan pasokan energi untuk domestik melalui peningkatan target produksi uap panas bumi sebesar 103,8 juta ton, biofuel sebesar 7,37 juta KL.

Selanjutnya terkait peningkatan efisiensi pemakaian dan pengelolaan energi, Rida menuturkan bahwa pihaknya menargetkan intensitas energi primer 425 SBM/miliar Rp dan penurunan emisi CO2 sebesar 48,8 juta ton pada tahun 2019.

Terakhir, Rida menegaskan bahwa pada tahun 2019, Pemerintah masih konsisten untuk meningkatkan pengembangan berbagai sumber energi dalam rangka diversifikasi energi, salah satunya melalu pemanfaatan BBN pada BBM PSO.

"Targetnya 20 persen usaha mikro, perikanan, pertanian, transportasi dan pelayanan umum menggunakan BBN pada BBM-nya. Demikian juga untuk non-PSO. sebanyak 20 persen juga kami targetkan untuk transportasi, industri, komersial dan pembangkit listrik," katanya.

Bauran energi nasional

Sementara itu, Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan kembali menegaskan bahwa Pemerintah tetap berkomitmen untuk meningkatkan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional sebesar 23 persen pada tahun 2025. Pengembangan dan pemanfaatan EBT dilakukan dengan Pemerintah melalui keekonomian dan keterjangkauan.

"Untuk energi baru terbarukan, komitmen Pemerintah di COP 21 di Paris itu 23 persen menggunakan energi baru terbarukkan (EBT) di tahun 2025. Komitmen ini tetap kita pertahankan dan akan kita laksanakan," ujar Menteri ESDM.

Jonan menjelaskan, komitmen pemanfaatan EBT ini meliputi dua sektor yang terbesar, yaitu kelistrikan dan transportasi. Di sektor kelistrikan hingga saat ini telah mencapai sekitar 13 persen, dalam 2 hingga 3 tahun ke depan diperkirakan akan naik menjadi 16 sampai 17 persen.

"Pembangkit-pembangkit listrik tenaga air yang besar-besar dalam dua hingga tiga tahun mendatang akan tumbuh banyak dan selesai, ditambah lagi dengan panas bumi, pembangkit listrik tenaga surya, bayu (angin) dan biomasa," jelas Jonan.

Sementara dari sisi transportasi, pemanfaatan EBT adalah dengan penggunaan campuran biodiesel sebanyak 20 persen (B20) dalam Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis minyak solar.

"Untuk transportasi, untuk mesin yang menggunakan solar, sekarang semua menggunakan B20. Termasuk industri juga," tambah Jonan.

Kapasitas pembangkit EBT terus meningkat, hingga akhir tahun 2018. Kapasitas terpasang pembangkit panas bumi telah mencapai 1.948,5 Megawatt (MW). Sementara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), pada akhir tahun 2018 mencapai 331,8 MW.

Di samping itu, telah beroperasi pula PLTB Sidrap dengan kapasitas 75 MW dan PLTB Jeneponto sebesar 72 MW siap beroperasi. Untuk kapasitas terpasang pembangkit bioenergi telah mencapai 1.858,5 MW, terdiri dari PLT Biomassa, Biogas, PLT Sampah, dan Biofuel.

Pemerintah melakukan berbagai terobosan-terobosan agar pemanfaatan EBT meningkat, antara lain menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap bagi Konsumen PLN. Kebijakan berlaku efektif pada 1 Januari 2019 menjadi payung hukum bagi semua pihak dalam implementasi pemanfaatan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh konsumen PT. PLN (Persero).

Partisipasi masyarakat untuk meningkatkan pemanfaatan EBT juga dapat dilakukan dengan dengan memasang PLTS roof top di rumahnya masing-masing. "PLTS, yang kami harapkan masyarakat akan banyak pasang di rumah sehingga bisa meningkatkan komposisi bauran energi nasional," tutup Jonan.

Baca juga: LTSHE, kado terindah bagi Inlahai di Hari Ibu

Baca juga: Ditjen EBTKE gelar pertemuan pengelolaan K3LL panas bumi

Pewarta: Afut Nusyirwan
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019