Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Luar Negeri Singapura menyatakan Menteri Pertahanan Indonesia Juwono Sudarsono harus memahami secara penuh isi Persetujuan Kerjasama Pertahanan (Defense Cooperation Agreement/DCA) serta "Implementing Agreements" (IAs) Indonesia - Singapura yang telah ditandatangani dan disetujui 27 April lalu.
Sekretaris Pertama Kedutaan Besar Singapura untuk Indonesia Rajpal Singh dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa, menyebutkan bahwa pihaknya ingin mengklarifikasi pernyataan Menhan Juwono dalam sebuah berita yang mengatakan Singapura mempersulit implementasi DCA.
Dalam berita di sebuah media massa Indonesia berjudul `Indonesia-Singapura Masih Memiliki Kesempatan untuk Mendiskusikan DCA` pada 21 September lalu, Menhan menuturkan bahwa Singapura mempersulit DCA agar tidak ada ratifikasi pada Perjanjian Ekstradisi.
Menurut dia, bukan pertama kali Menhan Juwono telah memberikan pernyataan yang tidak berdasar seperti itu.
"Dan melalui juru bicaranya, Kementrian Luar Negeri Singapura ingin mengklarifikasi pernyataan tersebut bahwa Singapura tidak mengajukan berbagai permintaan baru kepada Indonesia," katanya.
Menurut Rajpal, justru pihak Indonesia yang menolak melakukan penandatanganan IAs pada tujuh Mei lalu dan meminta perubahan substantif pada perjanjian itu, padahal perjanjian tersebut telah disetujui pada April lalu.
"Inilah yang menjadi permasalahan serius. Indonesia berulangkali telah meyakinkan Singapura bahwa perubahan itu tidak akan jauh dari apa yang telah disetujui sebelumnya," ujarnya.
Menurut Rajpal Singh, Pemerintah Singapura masih menunggu jawaban dari Indonesia mengenai kelanjutan dari implementasi DCA ini.
"Dengan keyakinan dan semangat persahabatan serta kerja sama, Singapura telah membuat proposal kepada Indonesia untuk memajukan proses DCA serta perjanjian ekstradisi tersebut," tambahnya.
Pada 27 April 2007 Pemerintah Indonesia dan Singapura menandatangani kesepakatan kerjasama pertahanan yang sebelumnya sempat terhenti sejak 2003.
Dalam kesepakatan kerja sama tersebut disepakati pihak Singapura dapat menggunakan area latihan di Indonesia yang terdiri atas area latihan Alpha 1, Alpha 2, dan area Bravo.
Dalam perjalanannya, kedua pihak tidak sejalan dalam pembahasan aturan pelaksanaan di area latihan Bravo yang memang belum ada dibandingkan dengan area Alpha 1 dan Alpha 2.
Pihak Singapura menilai aturan pelaksanaan di area Bravo tidak perlu ada karena sudah termasuk dalam DCA, sedangkan Indonesia bersikukuh bahwa pembahasan aturan pelaksanaan di area Bravo harus tetap dibahas secara bersama antara militer kedua negara seperti yang dilaksanakan di area Alpha 1 dan Alpha 2.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007