Jayapura (ANTARA News)- Tim peneliti dari Balai Arkeologi Papua yang melakukan penelitian di Pulau Kapotar, Distrik Kepulauan Moora, Kabupaten Nabire berhasil menemukan Situs Momorikotey.
Situs ini merupakan bukti kehadiran manusia prasejarah Austronesia di pesisir Nabire sekitar 3000 tahun yang lalu, demikian disampaikan peneliti Balai Arkeologi Papua Hari Suroto di Jayapura, Rabu.
Hari menjelaskan Artefak yang menjadi bukti pengaruh budaya Austronesia di wilayah pesisir Nabire yaitu gerabah, batu tumbuk, alat batu obsidian, alat kerang conus dan gerabah lapita.
Selain itu juga ditemukan gigi manusia prasejarah dengan karakter double-shoveling yang menunjukkan karakter gigi populasi Mongoloid dari Asia.
"Temuan alat serpih obsidian dan gerabah bermotif Lapita menunjukkan bahwa telah terjadi pelayaran dan perdagangan jarak jauh," ujarnya.
Hari mengatakan, Budaya Lapita berkembang pada 3500 hingga 2500 tahun yang lalu. Alat serpih obsidian dan gerabah Lapita hanya didapatkan di Kepulauan Solomon, artefak ini merupakan komoditas perdagangan, kemungkinan melalui serangkaian pertukaran dengan komoditas setempat.
Manusia penutur Austronesia yang menghuni Situs Momorikotey mengembangkan budaya bahari, hal ini diketahui dari pecahan gerabah hias motif jala dan motif tulang ikan serta sampah sisa makanan berupa cangkang moluska dan tulang ikan.
Perahu merupakan alat transportasi yang efektif untuk mengangkut gerabah dalam jumlah banyak.
"Sisa makanan berupa cangkang moluska dan tulang ikan menggambarkan bahwa kehidupan mereka mencari hasil laut untuk dikonsumsi," ujarnya.
Selain itu temuan gigi dan rahang binatang marsupial (kuskus dan tikus tanah) membuktikan bahwa mereka juga berburu binatang yang ada di pulau.
Temuan taring babi menunjukkan bahwa mereka juga mengkonsumsi babi. Babi merupakan hewan mamalia hanya terdapat di daratan Papua, sedangkan jenis mamalia yang terdapat di pulau hanya kuskus dan tikus tanah saja.
Keberadaan gigi dan taring babi di Situs Momorikotey menunjukkan bahwa binatang ini didatangkan dari luar, Pulau Kapotar sangat kecil dan tidak memungkinkan babi hidup liar atau dipelihara di pulau ini.
Hal ini membuktikan bahwa pada masa lalu telah terjadi tukar menukar komoditas dengan masyarakat daratan Papua atau daya jelajah dalam berburu mencapai daratan Papua.
Temuan batu tumbuk berbentuk lonjong berfungsi untuk menghaluskan dalam lumpang batu, selain itu batu tumbuk berukuran kecil berfungsi untuk menumbuk biji pinang yang diramu dengan kapur dan dalam ruas bambu kering atau tempurung kelapa.
Batu tumbuk bulat digunakan untuk memecahkan cangkang kerang. Manusia penutur Austronesia di Pulau Kapotar membudidayakan keladi, pisang, sirih dan pinang.
"Mereka tidak mengenal budaya menanam biji-bijian terutama padi, hal ini kemungkinan karena kondisi pulau kecil yang tidak memungkinkan untuk bercocok tanam padi," ujar Hari.
Baca juga: Buku Dari Proklamasi Sampai Takari dapat akses di situs Khastara
Baca juga: Sisa bangunan dan pelataran kuno ditemukan di Situs Liyangan
Baca juga: Menengok saudara serumpun di pedalaman Formosa
Pewarta: Musa Abubar
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2019