Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah berpendapat bahwa Pasal 92 ayat (2) UU Nomor 7/2017 tentang Pembatasan Anggota Bawaslu Kabupaten/Kota diperlukan untuk efisiensi pendanaan Pemilu.
"Bahwa pengurangan jumlah anggota Bawaslu kabupaten/kota, dimana tidak lagi berjumlah lima orang, akan tetapi telah berkurang menjadi tiga orang merupakan salah satu upaya Pemerintah dalam melakukan efesiensi pendanaan pemilu," kata Kepala Subdirektorat Bidang Polhukam Kementerian Hukum dan HAM, Purwoko di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Rabu.
Permohonan ini diajukan oleh sejumlah mantan anggota KPU kabupaten/kota yang kini mencalonkan diri sebagai anggota Bawaslu Kabupaten/Kota, namun terganjal ketentuan Pasal 92 ayat (2) UU 7/2017
Adapun ketentuan yang diujikan tersebut mengatur pembatasan jumlah anggota Bawaslu Kabupaten/Kota hanya tiga hingga lima orang. "Dengan pembatasan ini diharapkan APBN juga dapat diprioritaskan untuk pendanaan lainnya," kata Purwoko.
Dalam permohonannya, para pemohon berpendapat bahwa penyebaran populasi penduduk yang tidak merata serta SDM yang sangat minim dikhawatirkan akan menimbulkan hambatan dan pelanggaran dalam pengawasan penyelenggaran Pemilu 2019.
Hal ini akan menyebabkan pemilu tidak dapat berlangsung dengan penuh integritas dan martabat karena kurangnya pengawasan.
Penambahan jumlah anggota Bawaslu Kabupaten/Kota dari tiga menjadi lima orang yang dianggap pemohon sangat diperlukan untuk membantu dalam proses pengawasan Pemilu supaya adil, jujur, profesional, efisien, efektif serta mandiri di seluruh daerah yang sulit dijangkau.
Karena itu para pemohon meminta Mahkamah untuk menyatakan ketentuan dari Pasal 92 ayat (2) UU 7/2017 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, sepanjang tidak dimaknai bahwa "jumlah anggota Bawaslu Kabupaten/Kota di tiap daerah adalah lima orang".
Baca juga: DPR: UU ASN untuk jamin tata tertib PNS
Baca juga: DPR kembali mangkir dalam sidang uji UU Pemilu
Baca juga: MK menolak permohonan uji UU Pemilu terkait mantan napi
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019