Padang (ANTARA News) - Sekitar 17.000 warga Pulau Siberut Selatan, satu dari empat pulau di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumbar, yang terparah diguncang gempa beruntun sejak 12 September 2007 lalu, kini masih mengungsi di kawasan perbukitan di daerah itu. "Hanya kaum laki-laki saja yang ada pada siang hari di sini (rumah--red), dan malam hari kembali ke lokasi pengungsian di bukit-bukit untuk bergabung dengan keluarganya. Warga kini masih takut dan gempa susulan masih saja dirasakan," kata Kusno (66), warga Kampung Pegu, Muara Siberut, Pulau Siberut, ketika dihubungi via telepon seluler dari Kota Padang, Selasa. Kabupaten Kepulauan Mentawai memiliki empat pulau terbesar, termasuk daerah terparah diguncang gempat di Sumbar sejak 12 September 2007, dan guncangan gempa susulan masih dirasakan, sama halnya dialami wilayah di Kab. Pesisir Selatan, Kota Padang, Padang Pariaman. Ia menjelaskan, kaum wanita dan anak-anak sejak awal gempa tanggal 12 September 2007 sore hari itu hingga kini masih berdiam pada lokasi pengungsian di perbukitan berjarak rata-rata satu kilometer dari rumahnya, atau bisa ditempuh selama 15 - 30 menit. "Tiap hari selalu ada saja getaran gempa dan badan ini terasa oleng dibuatnya," kata Kusno, yang mengaku isteri dan anaknya kini masih diliputi rasa takut dan cemas karena guncangan gempa masih saja dirasakan. Kaum laki-laki di sini, katanya, sudah mulai bekerja baik sebagai nelayan maupun membuka usaha kedai atau tokonya, walaupun kadang bukanya tidak satu hari penuh. "Kami tak mungkin untuk makan hanya bergantung pada bantuan saja," katanya dan menambahkan, bantuan berupa beras dan mie instan memang sudah ada yang datang dan disalurkan kepada warga namun jumlahnya sangat terbatas. Warga yang tinggal di lokasi pengungsian di perbukitan itu, menurut dia, masih sangat membutuhkan tenda. "Banyak warga tidur beratapkan plastik tipis atau seadanya, yang jika hari hujan disertai angin ikut terbang," katanya dan menyatakan, kondisi warga di lokasi pengungsian cukup memprihatinkan. Ia menyatakan, tinggal di lokasi pengungsian adalah satu-satunya pilihan bagi warga. Selain guncangan gempa yang masih dirasakan, rumah mereka juga sudah tidak layak huni karena dindingnya banyak yang retak-retak. Rumah warga di Muara Siberut banyak yang retak-retak, dan kondisi retakan bangunannya makin bertambah seiring guncangan gempa susulan masih terus terjadi. "Rumah baru bisa dihuni kembali, jika dirubuhkan dulu dan dibangun kembali," katanya dan menambahkan, belum ada pikiran untuk membenahi rumah. Ia memperkirakan, butuh waktu cukup lama kembali menghuni rumah-rumah di sini, karena untuk membangunnya butuh biaya besar dan sulit dilakukan dalam waktu singkat. Pasokan Lancar Terkait harga berbagai kebutuhan sehari-hari, menurut Kusno, tidak banyak berubah dibanding hari-hari biasa (sebelum terjadi gempa--red), seperti minyak sayur Rp9.000-an/kg, mie instan dari berbagai merek Rp1.000, minyak tanah Rp3.700/liter. Pasokan barang kebutuhan pokok cukup lancar diangkut kapal-kapal niaga yang rutin tiap harinya datang dari Kota Padang, atau berjarak 120 mil itu. Rata-rata toko sembako sudah buka, dan jika kembali dirasakan guncangan asal gempa susulan, kembali ditutup dan biasanya pemiliknya buru-buru lari ke lokasi pengungsian khawatir ada tsunami. "Tiap ada gempa, warga di sini begitu takut, khawatir disusul terjadinya tsunami," kata Kusno. Secara terpisah, Badan Badan Meteorologi dan Geofisika Padang Panjang, mencatat pasca gempa berkekuatan 7,9 Skala Richter pada Rabu (12/9) dan 7,7 SR pada Kamis (13/9) pagi, Sumbar hingga kini masih diguncang gempa susulan, dan dirasakan tercatat 114 kali. Tiap hari setidaknya lima kali guncangan, dominan getarannya tidak dirasakan. "Guncangan gempa itu masih terjadi minimal lima kali dalam sehari, namun tidak terlalu dirasakan karena skalanya cukup kecil," kata Staf BMG Padang Panjang, Suharman, dihubungi dari Kota Padang, Selasa. Sementara itu, guncangan gempa yang dirasakan warga pada sejumlah Kabupaten/kota di Sumbar sejak Rabu (12/9) sore tercatat sebanyak 114 kali dengan kekuatan 4 hingga 7,7 SR. Terbanyak guncangan gempa itu dirasakan berkekuatan 5 - 5,5 SR, dengan pusat berpindah-pindah yakni di perairan Mentawai, Barat Daya Painan, Sungai Penuh, Prov. Jambi dan Bengkulu. "Warga Sumbar masih akan terus merasakan guncangan gempa susulan itu dalam dua pekan ke depan, namun kekuatannya diyakini terus berkurang," katanya. Kabupaten/kota yang merasakan guncangan gempa cukup kuat tersebut, yakni Kota Padang, Kabupaten Pesisir Selatan, Kepulauan Mentawai dan Padang Pariman. "Warga di kabupaten/kota itu diharapkan untuk terus waspada, karena guncangan gempa itu bisa saja merubuhkan rumahnya yang pondasinya telah rusak akibat gempa besar beberapa waktu lalu," katanya. Sejumlah kabupaten/kota di Sumbar merata merasakan guncangan gempa dengan kekuatan cukup besar, pertama pada Rabu Sore pukul 18.10 WIB berkekuatan 7,9 SR kedalaman 10 kilometer di bawah permukaan tanah pada titik koordinat 4,69 Lintang Selatan (LS) dan 101,13 Bujur Timur (BT), atau 159 km dari pantai Bengkulu. Kedua berkekuatan 7,7 SR terjadi pada Kamis pagi, pada titik koordinat 2,88 Lintang Selatan (LS) dan 100,43 Bujur Timur (BT) tepat di Kerinci, Prov. Jambi. Ketiga berkekuatan 6,3 SR pada arah Barat Daya Sumbar di kedalaman 20 meter, pukul 09.30 WIB, terakhir berkekuatan 5,7 SR di Painan, Kab. Pessel.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007